HomeKabar BintuniMiras Lokal, Perlukah Diregulasi?

Miras Lokal, Perlukah Diregulasi?

Ilustrasi miras lokal

Perpres Nomor 10 Tahun 2021 soal Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur perihal invetasi Minuman Keras (Miras) Lokal hingga kini  masih menjadi polemik di masyarakat. Berbagai elemen masyarakat  menolak Perpres tersebut karena dinilai masih banyak mudharatnya daripada manfaat. Pertentangan terutama muncul dari elemen serta LSM Papua dan Papua Barat, yang dijadikan salah satu daerah sasaran investasi Miras ini. Stigma masyarakat mengenai orang Timur dan Papua pada khususnya sebagai “tukang minum” bisa lebih terorientasi dengan munculnya Perpres ini.

Penolakan dari berbagai kalangan masyarakat, pun MUI serta NU terhadap Perpres ini berbuah dicabutnya Perpres tersebut oleh Presiden Joko Widodo pada (2/3). Hal ini disambut positif, karena presiden Jokowi dinilai mau mendengarkan aspirasi dari masyarakat.

Minuman Lokal yang kerap dikenal sebagai Milo, memang sudah menjadi tradisi di beberapa wilayah di Indonesia. Dan beberapa daerah memang telah mengeluarkan regulasi daerah, untuk menjadikan Milo sebagai produk legal yang diproduksi secara profesional, seperti Moke di NTT serta Cap Tikus dari Sulawesi Utara. Distribusi dengan regulasi ketat untuk produk minuman beralkohol khas daerah, seharusnya bisa menjadi manfaat pariwisata yang baik untuk mengenalkan kearifan lokal dari suatu daerah.

Meminum minuman hasil fermentasi sebenarnya sudah merupakan budaya nusantara yang sudah dikenal sejak dahulu kala. Seperti yang kami lansir dari CNNIndonesia.Com, menurut Antropolog Universitas Indonesia, Raymond Michael Menot, merupakan wujud nyata antara kekayaan alam dan kekayaan budaya yang ada di Nusantara. Munculnya tradisi meminum minuman keras juga sudah tertulis pada serat-serat yang ditemukan, sejak zaman Majapahit, contohnya pada Kitab Negarakertagama mengungkap bahwa tuak dan arak selalu ada dalam tiap perayaan di Majapahit.

Meskipun belum ada sejarah tertulis perihal sejak kapan pastinya manusia nusantara memproduksi minuman hasil fermentasi seperti Ciu di Jawa, Sopi di Maluku, maupun Moke di NTT, namun dilazimkan bahwa minuman lokal ini hampir selalu hadir dalam tradisi-tradisi lokal. Misalnya pada pernikahan adat di Maluku, Sopi hampir dipastikan selalu hadir pada perhelatan ini sebagai bagian dari adat dan tradisi yang telah dilangsungkan sejak zaman nenek moyang.

Butuh Regulasi Distribusi

Peredaran minuman beralkohol di masyarakat, masih terbatas pada tempat-tempat tertentu seperti hotel maupun toko-toko dengan izin khusus. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi sosial maupun pengaruh adat dan agama di daerah. Tidak semua daerah di Indonesia diizinkan untuk melakukan distribusi minuman keras dan dibatasi dengan Perda-perda tertentu. Seperti di Papua dengan Perda Anti Mirasnya, atau di Aceh dengan Perda Syariahnya.

Meskipun Perda pembatasan dan pelarangan peredaran Miras pada suatu daerah dengan tegas melarang segala bentuk distribusi, namun pada kenyataannya, peredaran Miras secara ilegal masih marak. Toko-toko tertentu menjual minuman beralkohol secara diam-diam. Di DKI Jakarta misalnya, minuman beralkohol rendah seperti Anggur dan Ciu bisa didapatkan pada toko-toko yang berkedok toko jamu. Ini merupakan kelaziman yang menjadi rahasia umum.

Beredarnya miras secara ilegal, bukan hanya merugikan konsumen yang bisa saja terpapar dengan oplosan, dengan risiko kematian maupun naiknya tingkat kejahatan, namun daerah pun akan kehilangan potensi penghasilan yang bisa didapatkan dari pajak penjualan. Namun, perihal pajak penghasilan dari Miras ini memang telah menjadi polemik sejak dahulu. Kondisi sosial dari suatu daerah sangat mempengaruhi, perlu tidaknya peredaran minuman keras diregulasi agar menjadi legal.

Baik buruknya efek dari minuman keras, bukan bergantung pada sejumlah regulasi yang mengatur peredaran. Konsumsi miras dan batasannya merupakan nilai yang hanya bisa ditentukan secara personal oleh individu. Tingkat kejahatan dari pengaruh minuman keras, memang tidak bisa dipungkiri menduduki peringkat tertinggi. Miras untuk sekadar relaksasi, menghalau udara dingin dan berangin? Atau mengkonsumsi minuman beralkohol dengan tujuan kehilangan akal dan merusak diri sendiri? Semua kembali kepada pilihan individu masing-masing.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments