HomeKabar BintuniPil Pahit Buruh Asics di Balik Ingar Olimpiade Tokyo 2020

Pil Pahit Buruh Asics di Balik Ingar Olimpiade Tokyo 2020

Eli, buruh yang tidak dibayarkan upah selama cuti oleh PT Beesco. Sumber: istimewa.

Namanya adalah Naimatullailiyah atau kerap dipanggil Eli. Ia merupakan buruh dari PT Beesco, pabrik yang memproduksi sepatu bermerk Asics dan menjadi sponsor utama Olimpiade Tokyo 2020.

Di balik ingar bingar dan kemeriahan Olimpiade yang sedang menjadi eforia dunia, Eli dan kawan-kawan harus merasakan pil pahit sebagai buruh yang memproduksi sepatu dan merchandise Asics khusus untuk perhelatan tersebut. Dari kekerasan verbal dan non verbal, hingga upah yang tidak dibayarkan.

Kisal Eli bermula pada bulan Maret 2021 yang lalu, kala itu ia mengalami keguguran. Dengan trauma kehilangan yang begitu besar bagi diri dan keluarga, Eli menghadap HRD perusahaan, agar bisa diberikan cuti dengan tunjangan penuh, sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.

Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 pada 82 ayat (2), berbunyi: “Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan,” dan bunyi pasal 84 yang menyatakan setiap pekerja atau buruh yang menggunakan hak waktu istirahat tersebut berhak mendapat upah penuh’’

Gayung bersambut. Pada pertemuan dengan Maneger HRD PT Beesco, pengajuan cuti Eli disetujui, dengan merujuk pada undang-undang tersebut. Maka ia pun mengajukan cuti selama 1,5 bulan, yang terhitung mulai 1 Maret 2021 hingga 16 April 2021.

Janji Manis Yang Menjadi Pil Pahit

Namun, harapan Eli pada saat menjalani cuti, ternyata sia-sia. Janji yang diberikan oleh HRD pada pertemuan sebelumnya, hingga kini tidak direalisasikan. Upah yang biasanya ditransfer oleh perusahaan per tanggal 10 setiap bulannya, tidak diterima oleh Eli dalam masa cutinya.

“Setelah saya kembali bekerja, saya melapor kepada SBGTS-GSBI, salah satu serikat buruh yang berada di PT. Beesco Indonesia. Selanjutnya, saya bersama dengan Ketua Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu – Gabungan Serikat Buruh Indonesia (SBGTS-GSBI) PT Beesco Indonesia, menghadap GM HRD untuk menanyakan perihal hak upah cuti gugur kandungan saya yang belum dibayarkan oleh perusahaan. Pihak  GM HRD PT Beesco Indonesia mengatakan kalau upah atas hak cuti keguguran  baru bisa didapat jika ada surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa saya diberikan cuti istirahat selama 1,5 bulan, padahal sebelumnya ia tidak pernah mendapatkan keterangan ini” ungkap Eli

Eli menambahkan, bahwa untuk menyiasati hal ini, GM HRD tersebut menyarankan agar Eli membeli saja surat keterangan dokter, agar upah bisa dicairkan oleh perusahaan. Namun Eli bersikukuh untuk tidak melanggar aturan.

Hingga kini, Eli dan SBGTS-GSBI masih memperjuangkan haknya yang tertunda. Bagi ia, perjuangan ini bukanlah perjuangan untuk memperoleh hak pribadi, namun juga perjuangan terhadap hak buruh perempuan yang lain.

“Perjuangan ini tidak hanya untuk diri saya, tapi juga untuk buruh perempuan lainnya yang saat ini bekerja di PT Beesco Indonesia. Agar tidak ada lagi buruh perempuan yang mengalami pelanggaran atas hak reproduksinya yang telah diatur dan dilindungi oleh undang-undang. Pelanggaran hak reproduksi terhadap hak cuti keguguran yang saya alami, sebenarnya bukan satu-satunya pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan” lanjut Eli.

Eli Hanyalah Satu di Antara Sekian Banyak Kisah Pilu di PT Beesco

Buruknya kondisi kerja bagi buruh perempuan di PT Beesco, bisa dilihat dari bagaimana tidak sedikit buruh perempuan yang sedang mengandung bekerja dengan kondisi kerja buruk.

“Mereka bekerja di bagian yang menggunakan bahan kimia, berdiri sepanjang hari, termasuk tidak ada disediakan ruang laktasi yang layak, aman dan higenis bagi buruh perempuan yang masih sedang menyusui,” imbuh Eli.

Menurut data yang diberikan oleh Ketua Umum GSBI, Rudi HB Daman, sejak 2013, PT Beesco telah tercatat melakukan pelanggaran hak ketenagakerjaan secara berulang. Yang pada garis besarnya adalah kasus-kasus sebagai berikut:

  • Sisa Penangguhan Upah Buruh tahun 2013 dan 2014 belum dibayarkan. PT Beesco Indonesia (Karawang), pada 2013 dan 2014 sempat melakukan penangguhan upah dengan cacat (tidak sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia). Dan atas kasus ini di gugat buruh di pengadilan. Buruh di menangkan, dan sudah ada putusan hukum tetap (inkracht van gewijde) atas perkara ini. Namun hingga kini (2021) Putusan tersebut tidak di jalankan atau tidak dilaksanakan oleh perusahaan PT. Beesco Indonesia. Belum terselesaikan.
  • Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan semena-mena. PT. Beesco Indonesia tercatat sejak tahun 2012 hingga tahun 2021 ini terus melakukan PHK setiap tahunnya dengan berbagai alasan (buruh dinyatakan habis kontrak, ijazah/dokumen palsu, buruh hamil, efisiensi, berkurangnya order-dllnya) dengan meninggalkan masalah dan pelanggaran hak buruh.

Lingkungan Kerja Yang Buruk

Dari laporan yang dihimpun oleh SBGTS-GSBI PT Beesco, kekerasan verbal dan non verbal juga kerap dipraktikkan oleh atasan-atasan pada suatu departemen. Misalnya: Buruh dilempar Apper dan benda-benda lainnya, dimaki dengan kata-kata kasar dan kotor, buruh dihukum dengan cara berdiri di depan line, bahkan ada yang di potong upahnya.

SBGTS-GSBI PT Beesco telah berulang kali meminta manajemen PT Beesco untuk menghentikan praktik kekerasan ini, demi terciptanya suasana kerja yang nyaman bagi para pekerjanya, dalam meningkatkan performanya. Namun, hingga kini masih ditemukan praktik-praktik serupa.

PT Beesco merupakan satu dari sekian perusahaan yang masih abai terhadap keamanan dan fasilitas buruh yang layak. Sistem pengupahan dan jam kerja yang tidak memenuhi ketentuan ketenagakerjaan, menjadi kenyataan pilu yang harus dihadapi oleh mereka yang sewaktu-waktu terancam untuk dirumahkan.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments