Pada beberapa kesempatan kampanye, Ir Petrus Kasihiw, MT atau kerap dipanggil Piet, sering melontarkan “Mop atau candaan Papua”. Candaan yang menjadi ciri khas orang Papua ini dilontarkan sebagai intermezzo kepada warga atau hadirin agar suasana menjadi santai.
Mop ini juga sempat dilemparkan di akhir orasinya pada, 16/11/2020, di Posko Pemenangan Kampung Idut. Kampanye bersama terbatas yang dihadiri oleh sejumlah suku, yakni Suku Sough, Manado, Toraja, Ambon, serta Jawa dan beberapa suku lainnya ini tampak begitu santai dan berwarna.
Piet melontarkan candaan mengenai seorang kakek yang bercerita tentang masa lalunya kepada istrinya. Tentang jumlah mantan pacar yang dimiliki oleh si kakek. Nenek hanya tersenyum saja, sambil bertanya “Suda ka?” Nenek pun menjawab dengan santainya, yang di mana pada saat itu, ada seorang yang berumur melewati pekarangan rumah mereka: “Lalu tete, ko kenal pace yang tadi baru lewat kah?”, kakek menjawab: “iyo, itu sa pu mantan sekertaris desa, ketika sa masih menjadi kepala desa”, si nenek dengan kalemnya sambil tersenyum: “eh itu sudah lagiiiiiiiii”. Kakek terlihat marah.
Sebenarnya, mop ini merupakan sebuah satir. Nenek itu diibaratkan adalah Piet Kasihiw dan Matret Kokop (Pasangan petahana), dan kakek tersebut adalah oknum-oknum yang menjadi lawan politik, yang kerap kali melemparkan hoaks dan fitnahan perihal capaian pembangunan pada pemerintahan di bawah Ir Petrus Kasihiw, MT dan Matret Kokop, SH.
Piet dan Matret, menjawab segala macam hoaks dan isu maupun fitnahan hanya dengan menunjukkan bukti pembangunan yang terpampang secara nyata. Sedangkan pihak lain, hanya bisa bercerita mengenai masa lalu. Bercerita tentang retorika yang belum tentu benar.
Satir ini merupakan satir yang cerdas. Karena yang seperti kita ketahui, Piet dan Matret merupakan politisi-politisi santun yang tak pernah melontarkan cercaan. Mereka selalu mempresentasikan visi-misi maupun program dan capaiannya dengan anggun, dan berdasarkan data. Inilah contoh politik yang baik. Contoh berdemokrasi yang benar.