Herry Wirawan dan Jualianto Eka Putra merupakan pelaku kasus kekerasan seksual atau pencabulan terhadap anak di bawah umur, dengan modus yang bisa dikatakan sama. Keduanya merupakan pendiri lembaga pendidikan dan aktif mengajar. Dengan kuasa atas murid dan santriwati inilah kedua terdakwa mampu melancarkan aksi bejat mereka. Korban dari kedua pelaku ini pun tidak tanggung-tanggung, belasan hingga puluhan murid diduga menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.
Namun, ada perlakuan berbeda dalam penanganan kasus mereka. Mengutip detik.com, pada hari Rabu (16/02), Julianto Eka Putra sebagai pendiri, donatur sekaligus pengajar atau motivator aktif pada SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI), menjalani sidang perdananya, dengan agenda pembacaaan dakwaan. Sejak menjadi tersangka di tingkat penyidikan di kepolisian hingga terdakwa di pengadilan, status Julianto Eka Putra tidak ditahan. Ini berbeda dengan Herry Wirawan yang ditangkap dan ditahan sejak terbongkar kasus pencabulannya, dan sudah divonis seumur hidup oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat.
Padahal, pasal yang didakwakan kepada kedua pelaku pencabulan anak di bawah umur ini, bisa dikatakan hampir sama. Menurut Kasi Intel Kejari Batu Edi Sutomo SH MH Julianto didakwa dengan pasal berlapis, yakni Undang Undang Peerlindungan Anak. Di antaranya, pasal 81 ayat 1 juncto pasal 76D, pasal 81 ayat 2 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP, dan Pasal 82 ayat 1 juncto pasal 76E UU Nomor 17 Tahun 2016. Terakhir adalah pasal 294 ayat 2 ke 2 KUHP tentang perbuatan cabul di lingkungan kerja. ”Ancaman hukumannya minimal tiga tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara,” ungkap Edi mengutip Detik.com.
Mengutip CNN Indonesia, Pasal yang didakwakan kepada Julianto Eka Putra kurang lebih sama dengan pasal yang didakwakan terhadap Herry Wirawan. Herry oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat didakwa dan dituntut dengan pasal Pasal 81 ayat (1), ayat (3), ayat (5), jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1 tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Bahkan atas perbuatannya, Herry Wirawan dituntut hukuman mati oleh JPU dan diputus bersalah oleh Pengadilan dengan hukuman penjara seumur hidup.
Modus Pencabulan Yang Sama
Modus yang digunakan oleh kedua pelaku pencabulan anak di bawah umur ini pun, bisa dikatakan hampir sama. Herry Wirawan sebagai guru agama di beberapa pesantren, mencabuli santriwatinya di berbagai tempat. Dari yayasan, tempat mengajar hingga hotel dengan iming-iming tertentu, Herry melancarkan perbuatan cabulnya.
Hal yang sama diduga dilakukan oleh Julianto Eka Putra terhadap murid-murid SMA Selamat Pagi Indonesia. Dari pengakuan korbannya, modus yang digunakan oleh Julianto adalah dengan memanggil siswi-siswinya ke ruang guru untuk diberikan motivasi, namun di dalam ruangan tersebut, Julianto mulai menggerayangi mereka hingga mencabuli siswinya.
Perbuatan bejat ini diduga bukan hanya dilakukan di ruang guru, tetapi sebagai seorang motivator dengan kekayaan yang melimpah, Julianto mengajak beberapa siswinya berlayar di kapal mewahnya dengan alasan field trip. Di kapal pesiar inilah, Julianto pun diduga mencabuli beberapa siswinya. Modus ini diungkap oleh korbannya yang bernama Mawar (bukan nama sebenarnya) pada acara Hotman Paris Show https://www.youtube.com/watch?v=2eTW3BbLrRg
Lantas, mengapa perlakuan yang diterima oleh kedua pelaku pencabulan anak di bawah umur ini tidak sama? Julianto Eka Putra Sejak bulan Agustus 2021 telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur, namun tidak ditahan karena dianggap kooperatif. Padahal, dengan kemampuan finansialnya, justru ia bisa dengan mudah melarikan diri ke negara yang tidak mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, kalau tidak segera dicekal dan ditahan oleh pengadilan.