Keputusan Presiden Nomor 148/TPA Tahun 2021 yang memberhentikan dengan hormat Dance dari jabatannya sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Papua masih menjadi buah bibir. Sempat obrolan hangat pada bulan November 2021 lalu, hingga kini, persoalan itu tak kunjung ketemu titik terang.
Kuasa Hukum Dr. Dance Yulian Flassy S.E. M.Si, dari Kantor Hukum Haris Azhar & Partner, telah melayangkan upaya administratif keberatan kepada Presiden Republik Indonesia atas putusan tersebut.
Berdasarkan hasil investigasinya, terdapat beberapa kejanggalan. Pertama, Keputusan pemberhentian Dance dari jabatannya sebagai Pimpinan Tinggi Madya dalam Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua didasarkan atas rekomendasi yang keliru.
Haris melanjutkan bahwa pada konsideran menimbang huruf a Keppres Nomor 148/TPA Tahun 2021 disebutkan “bahwa Menteri Dalam Negeri dengan Surat Nomor X.821/25/SJ tanggal 9 Agustus 2021 mengusulkan pemberhentian Pejabat Tinggi Madya di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua”.
“Dengan demikian, Menteri Dalam Negeri tidak berwenang untuk mengusulkan pemberhentian Pejabat Tinggi Madya sebagaimana disebutkan konsideran menimbang huruf a Keppres 148/TPA Tahun 2021,” tutur Haris.
Kedua, pemberhentian Pejabat Pimpinan Tinggi Madya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Bahkan, sampai dengan terbitnya Keputusan pemberhentian, tidak ada alasan yang jelas dan dapat dipenuhi sebagai dasar pemberhentian Dance dari Jabatan Tinggi Madya di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua.
Menurut hasil investigasi tersebut, alasan pemberhentian Dance tidak terlihat dalam dokumen pemberhentiannya baik dari Keppres 148/TPA Tahun 2021, maupun dokumen pendukung lainnya.
Ketiga, sampai dengan saat ini, naskah Keputusan pemberhentian tersebut tidak diberikan kepada Dance selaku pihak yang disebutkan dalam Keputusan tersebut. Padahal, Pasal 61 ayat (1) dan (2) UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur bahwa suatu Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam keputusan tersebut, paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditetapkan.
Hingga saat ini, tidak ada tindak lanjut dan itikad Presiden RI atas proses keberatan tersebut. Hal ini jelas tidak sesuai dengan amanat Pasal 77 ayat (4) dan (7) UU No. 30/201 yang menjelaskan bahwa keberatan terhadap keputusan wajib diselesaikan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
Berdasarkan bukti investigasi tersebut, maka Kuasa Hukum Dr. Yance Yulian Flassy S.E M.Si melayangkan upaya administratif berupa keberatan kepada Presiden Republik Indonesia atas terbitnya Keputusan Presiden Nomor 148/TPA Tahun 2021 pada 12 November 2021 sesuai dengan mandat Pasal 75 dan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU No.30/2014)
Menelusur Jejak Pemberhentian Dance: Pengangkatan Sekda Doren Wakerkwa Sepihak
Sekilas tentang profil dari Dr. Dance Yulian Flassy S.E. M.Si. Dance, beliau merupakan Pejabat Tinggi Madya di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Papua yang dilantik pada tanggal 1 Maret 2021 dan diberhentikan pada 11 Oktober 2021.
Pengangkatan Dance memang menunjukan berbagai kontroversi. Pertama, saat diangkat, nama Dance bukan pilihan prioritas yang diminta oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe.
Pelantikan pun tidak dilakukan oleh Lukas Enembe, melainkan oleh Mendagri dan dilakukan di Jakarta. Sementara Gubernur Lukas Enembe (melalui Wakil Gubernur saat itu, Klemen Tinal) melantik Doren Waker sebagai Sekretaris Provinsi Papua. Terdapat dualisme Sekda Provinsi Papua.
Kendati demikian, pelantikan Dance dinilai sudah tepat. Ketua Pemuda Adat Papua, Jan Arebo, menyebut apa yang dilakukan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal tidak sesuai dengan konstitusi.
Jan menilai Gubernur Klemen Tinal tidak memiliki dasar alasan yang jelas dalam pelantikan sepihak Doren Wakerkwa sebagai Sekretaris Daerah.
“Saya melihat pelantikan yang dilakukan Mendagri Tito Karnavian terhadap Bapak Sekda Dance Flassy sudah sesuai dengan Keputusan Presiden dan beliau (Dance Flassy) sudah sah dalam konstitusi hukum kita, legalitasnya sudah kuat. Sehingga beliau sebagai Sekda definitif Provinsi Papua,” ujar Jan, mengutip PWINews.
“Apakah sebelum melantik itu sudah koordinasi dengan bapak gubernur atau tidak. Jangan ambil keputusan sepihak tanpa koordinasi dengan Pak Gubernur karena Pak Gubernur sudah instruksikan segera lantik Dance Flassy sebagai Sekda definitif,” imbuhnya.
Hal ini menimbulkan spekulasi berlebihan terkait adanya nuansa politis dalam pemilihan Sekda Papua. Hal ini disampaikan oleh Haris Azhar selaku Kuasa Hukum Dance. Menurutnya, terdapat dorongan pihak tertentu untuk mengangkat calon tertentu.
“Kami khawatir dan curiga bahwa sejak awal nuansa politis sangat dominan dalam penentuan Sekda Provinsi Papua, terutama paksaan dari Pemerintah Pusat atas nama tertentu,” ungkapnya.
“Politisasi tersebut yang berujung dengan pencopotan Dance setelah diangkat. Pencopotan pun dilakukan dengan tidak tertib hukum. Hal ini, oleh karenanya, harus dibenahi dan kami meminta agar Ombudsman RI memeriksa hal tersebut,” pungkas Haris.
Sumber:
Pers Rilis. 2021. Presiden RI Harus Menyelesaikan Keberatan terhadap Keputusan Pemberhentian Sekretaris Daerah Provinsi Papua Bermasalah. Edisi 7 November 2021
Yoga, Dar Edi. 2021. Pertama Kali Dalam Sejarah, Dua Sekda Papua dilantik Bersamaan. PWINews Edisi 1 Maret 2021.