HomeKabar BintuniMengupas Nature Gender Ala KLHK pada Masyarakat Adat

Mengupas Nature Gender Ala KLHK pada Masyarakat Adat

Ilustrasi nature gender. Foto: pixabay

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sempat jadi buah bibir beberapa bulan lalu. Pernyataan kontroversial terkait pembangunan pemerintah Indonesia yang tidak boleh berhenti atas nama deforestasi menjadi sorotan berbagai pihak, khususnya aktivis lingkungan.

Lantas, apakah dengan demikian KLHK mendukung deforestasi? Bagaimana dengan pembangunan berkelanjutan? Baru-baru ini, KLHK mendapatkan penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) kategori mentor dari pemerintah. 

Kepala Biro Perencanaan selaku Koordinator Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( Pokja PUG KLHK), Apik Karyana, menyebut hal ini salah satunya karena konsep nature gender.

Apik menyebutkan bahwa menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, berkomitmen untuk menjadikan KLHK tidak sekadar netral gender, namun juga nature gender. Secara sederhana, konsep nature gender mengusung keadilan gender pada masyarakat adat, khususnya dalam pengelolaan hutan adat.

Dalam praktiknya, kearifan lokal dan praktik-praktik masyarakat adat telah terbukti berjalan secara efektif di hutan adat milik mereka. Menariknya, Apik menyebut sebagian besar pengelolaan ini dilakukan oleh para perempuan. 

Untuk mendukung hal tersebut, Apik menyebut bahwa kini KLHK berupaya untuk mempelajari praktik tersebut untuk kemudian mengembangkannya. 

“Para ibu yang dekat dengan hutan adat itu sudah mempraktikkan nilai-nilai keadilan gender sehingga yang kami lakukan di sini adalah mengadopsi praktik baik tersebut dan mengembangkannya. Yang dari sinilah, maka istilah yang populer itu adalah ibu pertiwi atau mother of land, bukan ayah pertiwi,” imbuhnya dalam podcast perdana hasil kerja sama antara Pokja PUG KLHK, The Asia Foundation (TAF), Minggu (12/12/2021).

Perempuan punya peran penting dalam pengelolaan hutan. Sekitar 62 persen atau 120 juta hektare dari 197 juta hektare daratan Indonesia adalah hutan. Sebagian dari luas hutan tersebut dikelola oleh masyarakat adat. Inilah yang menurut Apik merupakan keadilan gender.

Apa itu Keadilan Gender dalam Kelestarian Alam?

Bumi dan alam selalu direpresentasikan sebagai perwujudan dari Ibu. Sifat perlindungan dan kasih sayang alam ini kerap dimaknai sebagai bentuk feminim. Itu sebabnya mengapa perempuan selalu menjadi simbol alam. Lantas, apa itu keadilan gender dalam konteks alam?

Mengutip tulisan David Efendi, seorang Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah, Pendiri Rumah Baca Komunitas dan staf pengajar di UMY, keadilan gender dalam konteks alam dapat dimaknai sebagai upaya melihat posisi perempuan dalam lingkungan hidup.

Ada beberapa poin kaitan antara perempuan dan ekologi. Pertama, pertemuan antara isu gender dan lingkungan ada pada keberpihakan terhadap sistem produksi yang berkelanjutan. Sebagaimana perempuan dengan sifat merawat dan penuh kasih sayang merepresentasikan ketergantungan masyarakat dengan alam sebagaimana anak dengan ibu.

Kedua, keadilan itu sangat dekat dengan gender maka ada istilah keadilan gender barangkali karena gender itu nilai keberpihakan pada keadilan karena perempuan menghendaki keadilan. 

Maksudnya, suara perempuan kadang tidak didengar. Mereka dianggap sebagai posisi yang lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Hasilnya, dominasi pihak laki-laki terhadap perempuan semakin menjadi-jadi. Sama halnya dengan alam.

Eksploitasi alam terjadi ketika ada perbedaan pemahaman di mana alam hanya dilihat sebagai objek, bukan sebuah entitas dengan sifat keibuan. Fungsi hutan sebagai perawat dan pemberi kebutuhan hidup manusia diabaikan dan hanya dilihat sebagai benda yang fungsinya hampir tidak ada.

Sehingga, secara sederhana keadilan gender dalam konteks lingkungan adalah memahami bahwa hutan dan alam memiliki fungsi dan sifat layaknya ibu dengan anak-anaknya. Pemahaman inilah yang dianut oleh masyarakat adat kala merawat hutan adat.

 

Sumber:

Sucipto. 2021. KLHK Sebut Keadilan Gender Sudah Melekat di Masyarakat Adat. Sindonews edisi 12 Desember 2021.

Efendi, David. 2021. EKOFEMINISME: Titik Temu Gender dan Lingkungan Hidup. Kumparan edisi 21 November 2021.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments