DIALOG? Bosan rasanya dengar kata ‘dialog.’ Nihil hasilnya, hanya tinggal nama ‘dialog’ tanpa makna. Kini hanya tertinggal konsep penuh makna dari ketiadaan seorang perintis ide dibalik DIALOG (Jakarta-Papua), Pastor Neles Kebadaby Tebay,Pr.
PON yang memakan biaya milyaran, mengorbankan tenaga dan waktu, sudah kita lalui karena KITONG BISA! Lantas, DIALOG Jakarta-Papua yang tidak sulit, tidak membutuhkan finansial, time dan tenaga ‘KITONG TRA BISA KAH?’
Adakah insan diatas muka bumi Cendrawasih yang diberkati ini yang dengan tulus memiliki niat yang bijak dengan kesungguhan hatinya untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di atas tanah Papua? Dimanakah Musa orang Papua yang akan menyelesaikan rentetan kekerasaan yang kian hari merengut nyawah rakyat tak berdosa di atas tanah ini? Apakah kemudian semua yang terjadi di Papua hari ini adalah bagian dari Rencana Tuhan? Ataukah semuanya ini merupakan rencana manusia?
- MEDIASI (DIALOG)
Pastor Neles Kebadabi Tebay menegaskan, akar pertikaian pihak Jakarta dan Papua adalah konflik ideologi. Dalam sebuah tajuk diskusi, semasa hidupnya, beliau pernah berkata demikian, “Konflik ini mengakibatkan rasa saling curiga dan tak percaya. Ada korban nyawa karena konflik ini, masyarakat sipil menjadi korban. Brimob dan tentara juga.”
Konflik Kemanusiaan dan Kekerasaan Negara di Papua sudah berlangsung selama lebih dari 50 tahun, tetapi hingga kini belum ada titik terang mengenai bagaimana cara menyudahi konflik berkepanjangan tersebut. Dialog Jakarta-Papua kemudian dicetuskan oleh seorang peneliti senior LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Muridan S. Widjojo dan co-founder JDP (Jaringan Damai Papua), Neles Tebay sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik Kemanusiaan di Papua. Meskipun ia sudah lama diwacanakan, konsep ini ternyata belum pernah diterimah oleh Jakarta hingga saat ini.
Seperti nyala lampu merah di perempatan, konflik di Tanah Papua terus berulang. Setiap muncul, masalah itu seperti hanya disapu ke dalam karpet, seolah selesai. Padahal justru berlipat ganda. Dendam, trauma, teror, intimidasi yang diwariskan dari konflik tak berkesudahan itu memicu kekerasan baru lainnya.
Aktor konflik itu pemerintah Indonesia di Jakarta yang menggerakkan TNI dan Polri di Papua. Sedangkan lawannya, gerilyawan pro kemerdekaan Papua yaitu Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Aparat Indonesia menembaki sipil hingga pendeta dan menuduh mereka sebagai separatis. Begitu juga dengan TPNPB-OPM, membunuh sipil dengan tuduhan petugas aparat Indonesia.
- KONSEP AWAL DIALOG (Jakarta-Papua)
Indonesia merebut Papua sejak 1 Mei 1963. Selisih 18 tahun dari deklarasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Anesksasi itu dilakukan dengan penuh paksaan. Orang Papua yang menolak ikut pemerintahan Indonesia, dicap separatis. Mereka disiksa, dibunuh, dihilangkan. Pater Neles memaparkan soal itu dalam buku West Papua: The Struggle for Peace with Justice (PDF), terbit Mei 2005. Sebagian kecil catatannya tentang pembunuhan terhadap rakyat Papua, amat mengerikan (hlm 9-10).
Theys Hiyo Eluay melalui Presidium Dewan Papua (PDP) – Organisasi Masyarakat Kesukuan di Papua yang mengadopsi prinsip Nieuw Guinea Raad (NGR) – merupakan pelopor dialog Jakarta-Papua. PDP menggelar Kongres Papua II – forum besar yang memutuskan nasib Bangsa Papua di Jayapura pada tahun 2000. Salah satu rekomendasi kongres itu: “Dialog Jalan Bermartabat”
Hingga akhirnya LIPI menerbitkan buku penelitiannya tentang konflik Papua yaitu, Road Map: Negotiating the Past, Improving the Present, and Securing the Future terbitan Pustaka Obor tahun 2009. Salah satu rekomendasinya adalah, dialog sebagai pendekatan damai untuk memutus siklus konflik Papua.
Salah satu penelitinya, Muridan, mendatangi dan berdiskusi dengan Pater Neles, bagaimana dialog Jakarta-Papua itu bisa terjadi tanpa pertumpahan darah? Pater Neles lalu merancang konsepnya dan menerbitkannya dalam buku berjudul Dialog Jakarta-Papua: Sebuah Perspektif Papua, diterbitkan SKP Jayapura tahun 2009. Pater Neles menjelaskan soal ini dalam memoarnya terkait Muridan yang dibukukan Komunitas Bambu, Mei 2014, dengan judul Muridan, Kita, dan Papua: Sebuah Liber Amicorum.
Ada dua pihak yang bertikai, bahkan hingga kini. Pemerintah Indonesia ngotot “NKRI harga mati”. Di sisi lain, orang Papua, terutama TPNPB-OPM dan ULMWP menegaskan merdeka atau referendum harga mati. Dalam konsep yang dirancang Pater Neles, dialog Jakarta-Papua merupakan titik temunya. Titik itu menghormati prinsip kesetaraan, keadilan, kebenaran, dan menjunjung tinggi martabat manusia. Bagi Pater Neles, kedua belah pihak mesti keluar dari kotak “harga mati” versinya masing-masing.
Dialog Jakarta-Papua bukan ajang saling menjatuhkan. Kerangka acuan dialog pun harus disepakati bersama antara kedua belah pihak. Ini demi memberikan ketentraman dan rasa keadilan bagi keduanya. Kedua belah pihak memiliki aparatnya masing-masing. Ada TNI dan Polri. Di Papua, terdapat TPNPB-OPM, Tentara Republik West Papua (TRWP), dan sebagainya. Masing-masing pihak harus memberikan jaminan keamanan. Tentu agar orang dapat terlibat dalam dialog tanpa merasa takut diintimidasi atau diteror.
- ERA SBY DAN JOKOWI (Hasilnya Nihil alias OMDO)
Sebanyak 13 tokoh Sinode Papua berdialog dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat itu presiden, di Wisma Negara, Jakarta, Rabu (1/2/2012). Salah satu di antara mereka ialah Pater Neles. Dalam pertemuan itu, SBY sepakat penuntasan masalah Papua melalui dialog. Namun ada empat hal yang harus jelas terlebih dahulu, yaitu: tujuan, agenda, format, dan mekanisme dialog.
Para tokoh Papua itu langsung menggelar pertemuan tiga hari untuk merumuskan permintaan SBY. Mereka juga berhasil menyepakati pokok-pokok pikiran tentang dialog Jakarta-Papua. “Tujuan: Satu, menjadikan Indonesia sebagai negara demokratis, modern, dan beragam. Dua, menjadikan Papua sebagai tanah damai. Tiga, membangun sikap saling percaya antara pemerintah pusat dengan orang asli Papua,” terang Peter Neles dalam sebuah diskusi. Sedangkan format dialog, lanjut Pater Neles, perlu disepakati oleh pemerintah pusat dan masyarakat Papua.
Di sisi lain, Pater Neles terus mengirimkan opininya tentang dialog Jakarta-Papua untuk dimuat beberapa media nasional. Berbagai artikel opini itu dibukukan Interfidei tahun 2011 dengan judul Angkat Pena Demi Dialog Papua. Untuk menindaklanjuti gagasan buku itu, Interfidei menerbitkan buku lain, yakni 100 Orang Indonesia Angkat Pena Demi Dialog Papua (2013).
Di tahun yang sama, 2013, Pater Neles menerima penghargaan The Tji Hak Soon justice and Peace Award dari Seul, Korea Selatan. JDP juga menggelar Konferensi Perdamaian Tanah Papua yang dihadiri lebih dari 500 tokoh. Pertemuan dengan tema “Mari Kitong Bikin Papua Jadi Tanah Damai” itu, digelar di Universitas Cenderawasih, Jayapura, pada 5 hingga 7 Juli 2011. Konferensi itu meneguhkan, dialog sebagai sarana terbaik untuk mencari solusi penyelesaian konflik antara orang asli Papua dan pemerintah Indonesia.
Pada awal masa kepemimpinannya sebagai presiden, Jokowi dan istrinya mengunjungi Papua. Saat itu ada momentum besar: perayaan Natal yang selalu meriah di Papua. Jokowi memboyong 5.262 aparat gabungan TNI-Polri ke Papua untuk menjaga kunjungannya. Pater Neles mendekati Jokowi melalui kunjungan presiden ke Papua itu. Jokowi mendengar masukan Pater Neles soal dialog Jakarta-Papua, Minggu (28/12/2014).
Dalam pertemuan itu, Jokowi didampingi Menkopolhukam, Tedjo Edhy Purdijatno. Pater Neles memotret kunjungan singkat Jokowi. Dia terpukau. Di kolom opini Kompas, ia menganggap Jokowi merupakan harapan terselenggaranya dialog Jakarta-Papua. “Ajakan Presiden ini memberikan harapan bagi rakyat Papua bahwa akan ada komunikasi politik yang dibangun pemerintah untuk melibatkan orang Papua yang masih bergerilya di hutan dan yang hidup di luar negeri dalam membangun Papua yang damai-sejahtera,” ujarnya.
Pertemuan baru terjadi lagi tiga tahun kemudian, yakni pada Selasa (15/8/2017). Sebanyak 14 tokoh agama dan masyarakat Tanah Papua diterima Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. Mereka dipimpin Ondowafi Kampung Nafri-Jayapura George Awi. Sedangkan yang presentasi dalam pertemuan itu ialah Pater Neles. Dalam presentasinya, Pater Neles menegaskan ulang, konflik di Papua bisa diselesaikan melalui dialog antara kedua pihak yang bertikai. Jokowi menyepakati paparan itu dan menunjuknya untuk mempersiapkan dialog Jakarta-Papua. Sayangnya, keputusan Jokowi itu tak dituangkan dalam aturan tertulis.
Pater Neles mengirimkan penjelasan soal pertemuan itu ke suarapapua.com, Selasa (5/9/2017). Dia membeberkan, bentuk dialog Jakarta-Papua yang disetujui Jokowi ialah “dialog sektoral”. Masing-masing dialog akan fokus terhadap sektor tertentu seperti pendidikan, kesehatan, kehutanan, perkebunan, pertambangan, perikanan, dan lainnya. Mereka perlu merancang tujuan, target, moderator, dan notulen dari dialog sektoral. Jokowi menunjuk Pater Neles, Teten Masduki yang saat itu Kepala Staf Kepresidenan, dan Wiranto yang saat itu menjabat Menkopolhukam untuk mengurus “dialog sektoral”.
Istilah “dialog sektoral” memantik protes dari kalangan orang asli Papua. Kritik keras bermunculan. Masalah jadi kembali ke penegasan awal Pater Neles: Jakarta harus keluar dari kotak “NKRI harga mati”, sedangkan Papua juga harus keluar dari “Papua merdeka harga mati”. Tahun-tahun berikutnya membuat nasib dialog Jakarta-Papua makin tak menentu. Adriana Elisabeth sempat bertemu Pater Neles di Bali. Dia meyakinkan dan mendorong agar Pater Neles menemui Jokowi untuk menyampaikan perkembangan persiapan dialog Jakarta-Papua.
“Saya tidak tahu apakah Pater kemudian setuju dengan masukan saya. Namun saya sempat mendengar Pater berharap dapat bertemu Kepala KSP, Jenderal Moeldoko. Ternyata keinginan Pater tidak pernah terwujud sampai kepergiannya pada 14 April 2019 jam 12.15 WIB,” tulis Adriana mengenang Pater Neles.
Selepas kepergian Pater Neles dan Muridan, gagasan dialog Jakara-Papua menjadi sunyi. Forum terakhir yang muncul, pertamuan 61 tokoh kontroversial Papua dengan Jokowi, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/9/2019). Makanya tak heran, yang didapuk menjadi perwakilan atau pimpinan para tokoh Papua tersebut adalah Abisai Rollo–politikus Partai Golkar yang menjabat Ketua DPRD Jayapura. Pada masa Pilpres 2019, ia adalah ketua tim kampanye daerah Jokowi-Ma’ruf di Jayapura. Para tokoh Papua hanya hadir secara fisik sebagai formalitas. Sedangkan tuntutan yang mereka sampaikan ke Jokowi, telah diatur atau disiapkan oleh BIN.
Tulisan ini merupakan opini yang telah melewati proses penyuntingan oleh redaksi