
Polsek pelabuhan Kota Sorong bersama tim gabungan karantina pertanian berhasil menggagalkan penyelundupan hewan endemik Papua pada 23 Agustus 2021. Hewan endemik tersebut merupakan hewan langka yang dilindungi.
Dari hasil penangkapan, terdapat 3 ekor kakatua raja, 4 kakatua koki, 3 bayan dan 1 ekor jagal Papua. Mayoran hewan tersebut merupakan spesies hewan endemik terancam yang harga jualnya cukup tinggi.
Misalnya, kakatua jambul kuning dapat dijual di luar Papua dengan harga jutaan. Atau, kakatua raja yang dapat mencapai harga puluhan juta rupiah ketika dijual untuk pembeli nasional atau internasional.
Lantas, mengapa harganya bisa sangat tinggi? Khususnya kakatua raja? Ada beberapa faktor yang menyebabkan hewan ini memiliki harga jual yang begitu tinggi. Hewan dengan nama latin Probosciger aterrimus ini merupakan spesies kakatua terbesar yang ada di dunia.
Ukuran burung endemik Papua ini berkisar 50 hingga 68 cm dengan berat 500 gram sampai 1 kg. Ciri khas dari burung ini adalah warna bulunya dan paruhnya yang hitam.
Umumnya, hewan ini hanya ditemukan di hutan hujan tropis dataran rendah seperti Papua, dan Kepulauan Aru. Kakatua raja juga ditemukan tak jauh dari luar Papua seperti di Peninsula Cape York di Australia Utara.
Habitat yang khusus dan statusnya sebagai raja dari kakatua membuat hewan ini punya harga yang tinggi.
Disebutkan sebelumnya bahwa kakatua raja termasuk dalam hewan langka yang dilindungi. Hal ini mengacu pada daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), yakni masuk dalam kategori hewan konservasi risiko rendah.
Dalam Conference International for Endangered Species of Flora and Fauna (CITES), kakatua raja masuk ke dalam kategori apendiks I yang menyebut bahwa hewan ini dilarang untuk diperdagangkan secara internasional kecuali untuk kepentingan tertentu.
Perdagangan Kakatua Raja: Mahal namun Ilegal
Melansir sorongnews terkait harga jual kasus perdagangan hewan di Sorong tersebut dapat melonjak hingga 2 kali lipat. Bahkan, hingga 5 kali lipat dari harga beli di Papua. Rata-rata umur hewan yang berhasil diamankan adalah masih belia.
Mengacu pada penelitian dalam jurnal Biological Conservation yang terbit Kamis 20 Mei 2021, terdapat 2 alasan mengapa burung kakatua pada umumnya menjadi target perdagangan ilegal.
Pertama, daya tarik dari burung kakatua ini cukup tinggi. Rob Heinsohn, profesor di Fenner School of Environment and Society, The Australian National University, Canberra, menyebut bahwa daya tarik kakatua mencakup warna bulu, kemampuannya meniru suara, dan ukuran.
Daya tarik yang tinggi ini meningkatkan minat pasar untuk memiliki hewan satu ini. Sehingga, perdagangan burung kakatua sukar terurai.
Faktor kedua adalah rendahnya penegakan hukum. Habitat kakatua yang dekat dengan pemukiman warga membuatnya kerap menjadi sasaran perburuan warga. Sehingga, sulit bagi penegak hukum untuk mengawasi pergerakan pemburu liar.
Di Indonesia sendiri, kakatua raja dilindungi oleh Undang-Undang no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Siapapun yang memiliki, memelihara, menangkap, dan membunuh burung ini terancam 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 100 juta.
Sumber:
Garda Animalia. 2020. Kakatua Raja, Burung Kakatua Terbesar di Dunia. Garda Animalia edisi 8 Mei 2020.
Redaksi Sorongnews. 2021. Bisnis yang Menggiurkan, Perdagangan Burung Asli Papua Digagalkan. Sorongnews edisi 23 Agustus 2021.
Wuragil, Zacharias. 2021. Perdagangan Burung Kakatua di Indonesia Diteliti, Ini Hasil Temuannya. Tempo edisi 20 Mei 2021