Sepintas, kain tenun khas Sorong terlihat seperti kain tenun asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun jangan salah, masyarakat Papua pun juga memiliki kebudayaan menenun, salah satunya kain khas Sorong, Papua Barat. Lantas, bagaimana kisahnya?
Ketika masyarakat Papua pada umumnya mengenakan pakaian tradisional seperti koteka, awur dan rumbai, sebagian masyarakat Papua Barat, khususnya Sorong sudah mengenakan pakain dari hasil tenun. Kain ini disebut dengan Kain Timor.
Mulanya, Provinsi Papua barat didominasi oleh Suku Maybrat dan Tehit. Kedua suku ini dikenal dengan sifat pekerja kerasnya. Mereka menjadikan berkebun dan berternak sebagai mata pencaharian mereka. Ini yang kemudian menjadi modal mereka dalam mempelajari tenun.
Tentu, kain timor tak begitu saja muncul. Pada tahun 1700-an, datang seorang misionaris dan guru dari Pulau Timor, NTT. Mereka datang tak sekadar menyebarkan ajaran agama, namun juga memperkenalkan kain timor dan mendidik masyarakat setempat untuk membuat kain tersebut.
Kain ini kemudian tak hanya digunakan sebagai pakaian saja. Biasanya, perempuan Sorong menggunakan kain timor dalam acara adat. Bahkan, sarung kain timor menjadi mas kawin yang bergengsi dan mahal.Â
Kain ini juga menunjukkan status sosial seseorang. Misalnya, semakin banyak koleksi kain tenun timornya, maka semakin tinggi status sosialnya. Atau, kain tenun yang mereka miliki merupakan peninggalan dari tahun 1700-an.
Tato, Kain Timor dan Suku Moi
Jika sebelumnya disebutkan bahwa Suku Tehit dan Maybrat adalah penduduk yang mendominasi Sorong, lantas bagaimana dengan Suku Moi?Â
Suku Moi umumnya mendiami bagian timur Sorong, khususnya Pulau Um. Suku ini terkenal dengan budaya tatonya dan motif pada tato tersebut.Â
Hari Suroto, peneliti di Balai Arkeologi Jayapura, menyebut motif dan budaya tato ini berasal dari penutur Austronesia dari Asia Tenggara yang bermigrasi ke wilayah Sorong. Hal itu terjadi sudah lama sekali, atau pada zaman neolitik.
Motif khas tato Suku Moi adalah geometris seperti garis, garis melingkar, segitiga atau kerucut. Bagaimana kemudian tato berubah menjadi tenun? Adakah kaitan antara motif tato dan tenun?
Mari kita bahas jalur masuknya budaya tenun timor di Suku Moi. Mengutip JUBI, tenun timor masuk ke melalui jalur air. Maksudnya, melalui perdagangan laut atau berasal dari luar Papua.
JC Van Leur menyebut bahwa sejak abad ke-14 hingga 16, kain tenun menjadi ala transaksi utama di Asia Tenggara. Kain timor termasuk di dalamnya. Pada abad ke 16, terjadi kontak budaya antara masyarakat luar Papua dengan masyarakat Papua, khususnya Suku Moi.
Tak hanya kain tenun timor, namun kain tenun lainnya turut menyebar di Papua Barat. Atas dorongan alat tukar tersebut, mulailah masyarakat setempat mempelajari bagaimana cara membuat tenun khas.
Masuknya kain timor ke ke Suku Moi melewati dua jalur. Pertama, masuk dari pedagang Pulau Bacan melewati Pulau Waigeo. Kedua, masuk melewati semenanjung Onim, Bomberai, Kokas, Babo dan Teluk Bintuni hingga Tanah Mandalum, ke Suku Moi.
Pedagang tersebut menjual barang mereka dan ditukar dengan hasil bumi Papua. Misalnya, kayu damar, kulit kayu, rempah-rempah, rotan, bahkan burung cenderawasih.
Sumber:
Redaksi JUBI. 2015. Kain Timor dan Orang Moi di Kepala Burung Papua. Jubi edisi 6 Maret 2015.
Redaksi Zona Damai. 2013. Sejarah Kain Timor di Kota Sorong, Papua Barat. Zonadamai edisi 19 Februari 2013.