Perdebatan politik di ruang publik yang membawa isu agama, seakan telah menjadi euphoria dalam ruang demokrasi kita. Hal ini dipantik oleh tidak terkendalinya emosi seseorang, yang menjadikan politik kini tak lagi menjadi hal yang asyik dalam ruang demokrasi kita.
Kini, dalam pesta demokrasi, politik identitas seolah menjadi hal yang lumrah. Elektabilitas yang seharusnya dibangun dengan pencitraan yang santun dan berkeadaban, jarang kita temukan. Keinginan untuk mendegradasi kapabilitas lawan dengan menyerang menggunakan unsur SARA, menjadikan pendukung pasangan tertentu terjebak dengan metoda berkampanye yang tidak syariah.
Dalam Islam, seorang muslim yang sedang berjuang untuk menjadi pemimpin, dituntut agar mampu menampilkan citra sebagai sosok muslim sejati. Citra ini harus terbangun dari kehidupan sosial dalam bermasyarakat, sosok yang terbangun oleh kebiasaan dan adab di tengah jamaah.
Sebaliknya, sosok yang hanya tampil di tengah jamaah ketika memulai safari politiknya, dipandang sebagai sosok karbitan yang mencoba mencitrakan dirinya sebagai seorang muslim. Hal ini justru memperburuk elektabilitas dari calon tersebut.
Adab menjadi kunci dari perjalanan politik seorang pemimpin muslim. Menjaga akhlak, kesantunan dalam berpolitik merupakan hal yang utama bagi Islam. Berpolitik harus dijadikan sebagai jalan dakwah. Jika seorang muslim tidak mampu untuk menjaga ini, meskipun calon tersebut diusung oleh partai Islam, maka dia akan gagal menjadi seorang pemimpin muslim.
Melecehkan pasangan lawan, merupakan hal yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Sebab Allah telah berfirman di dalam Al-Quran yang intinya mewajibkan manusia untuk selalu menggunakan cara yang baik dalam berdakwah. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.(QS. An Nahl:125). Hadits Nabi SAW: ”Siapa yang menunjukkan pada kebaikan maka baginya mendapat pahala seperti orang yang melakukan kebaikan tersebut” (HR Muslim).
Tim Sukses Merupakan Bagian Dari Amal Shaleh dan Ibadah
Tim sukses sebagai bagian dari perjalanan politik seorang calon pemimpin muslim, merupakan citra dari yang diusungnya. Pekerjaan yang dilakukan oleh tim sukses, harus mengandung unsur ikhlas yang menjadi motivasi apa yang dilakukan itu baik sebagai keridhaan Allah SWT. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”.(QS. Al Bayyinah 5).
Berpolitik dalam Islam yang paling penting adalah sebagai sarana dan jalan dakwah yang benar. Jangan sampai euphoria politik membuat seorang muslim lupa pada khitahnya. Jangan sampai berpolitik membuat seseorang lupa akan shalat, apalagi sampai meninggalkannya.
Politik adalah metode, bukan tujuan. Bila Allah memberikan kemenangan maka kemenangan itu diyakini datang dari Allah. Dan bila Allah memberikan ujian, maka tidak ada istilah berputus asa. Sebab tujuan berpolitik dalam Islam bukan semata-mata merebut kekuasaan, tetapi bagaimana manusia bisa mengenal tuhannya.
Wallahu a’lam bissawab.
Muksin Inai, Sekretaris Majelis Muslim Papua, Kabupaten Teluk Bintuni