HomeKabar BintuniMenanggapi Menteri LHK, Aktivis: Itu Kuno dan Sesat Pikir

Menanggapi Menteri LHK, Aktivis: Itu Kuno dan Sesat Pikir

Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar. Foto: google

Pernyataan kontroversial Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar masih meninggalkan pertanyaan besar terkait krisis alam. Sebelumnya, ia menyampaikan bahwa pembangunan tidak boleh berhenti atas nama emisi dan deforestasi.

Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa memaksa Indonesia untuk zero deforestation adalah bentuk melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.

“Memaksa Indonesia untuk zero deforestation di 2030 jelas tidak tepat dan tidak adil,” ungkapnya menteri LHK dalam cuitan twitternya.

Siti Nurbaya Menjelaskan lebih lanjut terkait argumentasinya tersebut. Menurutnya, tanpa deforestasi maka infrastruktur, khususnya akses jalan, tidak akan terwujud secara maksimal. Ia memberikan salah satu contoh di Kalimantan dan Sumatera yang menurutnya banyak sekali wilayah terisolir akibat hutan.

“Misalnya di Kalimantan dan Sumatera, banyak jalan yang terputus karena harus melewati kawasan hutan. Sementara da lebih dari 34 ribu desa berada di kawasan hutan dan sekitarnya,” tulisnya di twitter.

“Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan. Lalu bagaimana dengan masyarakatnya? Apakah mereka harus terisolasi? Sementara negaa harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,” sambungnya.

Lantas, apakah argumen tersebut tepat?

Logika Menteri LHK Soal Deforestasi dan Akses Jalan 

Argumen menteri LHK ini dinilai tidak tepat oleh Greenpeace Indonesia. Jika Menteri LHK berfokus pada pembangunan akses sebagai alasan deforestasi, maka data menunjukkan sebaliknya.

Data dari Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (PKT – KLHK) menjelaskan bahwa dari tahun 1998 hingga 2020, deforestasi lebih banyak dilakukan untuk industri tambang, dan bukan jalan.

Dari data tersebut misalnya pada tahun 2020 saja terdapat 117.106 hektare hutan dibuka untuk keperluan tambang. Sedangkan untuk jalan hanya sebesar 14.410 hektare. 

Iqbal Damanik selaku Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia menyebut bahwa deforestasi Indonesia bukan didorong atas pembangunan infrastruktur. Hal serupa juga disampaikan oleh Leonard Simanjuntak selaku Kepala Greenpeace Indonesia.

“Mempertimbangkan pembangunan dengan perlindungan lingkungan itu sudah jauh kita lampaui karena sudah muncul berbagai konsep pembangunan yang saya kira payung besarnya adalah pembangunan berkelanjutan atau pembangunan rendah karbon yang konsepnya dikeluarkan Bappenas. Dan, salah satu instrumennya adalah zero deforestation,” ungkap Leonard.

“Bu Siti Nurbaya ini cara pikirnya lama, ketinggalan zaman mempertentangkan pembangunan dengan perlindungan lingkungan,” sambungnya.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad turut menyayangkan logika menteri LHK. Menurutnya, logika tersebut naif karena zero deforestation dan net carbon sink adalah dua hal yang berbeda.

“Tidak ada pembangunan kalau zero deforestasi itu sangat naif. Zero deforestasi dan net carbon sink itu memang betul berbeda. Tapi kalau akhirnya seolah-olah disuruh memilih antara pembangunan atau menghentikan deforestasi itu agak lucu,” kata Nadia mengutip tirto, Jumat. (5/11/2021).

 

Sumber:

Syambudi, Irwan. 2021. Menyoal Logika Siti Nurbaya soal Deforestasi Atas Nama Pembangunan. Tirto edisi 8 November 2021.

 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments