HomeKabar BintuniMembuat dan Menjaga Hutan Bukan Sekadar Ruang Terbuka Hijau

Membuat dan Menjaga Hutan Bukan Sekadar Ruang Terbuka Hijau

Konsep ruang terbuka hijau jauh dari kata membuat dan menjaga hutan. Faktanya, hutan terdiri dari ekosistem yang kompleks. Bukan sekadar beberapa jenis pohon dan rerumputan saja.

Umumnya, orang dalam kota-kota besar memandang hutan hanya sebagai tempat dengan sekumpulan pepohonan dengan jenis yang sama. Hal ini bisa terlihat dari bagaimana mereka membangun ruang terbuka hijau dalam kota-kota mereka.

Nama hutan kota terpampang pada wilayah tersebut. Hutan kota itu terkurung oleh bangunan tinggi dan jalanan aspal yang mengitarinya. Adapun ketika hutan kota memiliki variasi tumbuhan yang banyak, mereka tidaklah sesehat hutan sebenarnya.

Lantas, apa perbedaan mendasar dari hutan kota dan hutan alam?

Ketika kita berbicara soal hutan, maka hutan yang sehat terdiri dari ragam spesies tumbuhan. Bukan hanya pepohonan berbentuk indah dan semak belukar yang disusun rapi sesuai keinginan pengembang.

Ragam spesies tumbuhan dalam hutan ini punya perannya masing-masing. Mengutip teamtrees.org dalam tayangan How to Build a Forest, tumbuhan di hutan saling bekerja sama dalam menciptakan ekosistem bagi tumbuhan itu sendiri dan makhluk hidup yang ada di dalamnya,

Misalnya, ada pohon yang bekerja sebagai penyedia makanan bagi para burung. Ada pula yang menyediakan dedaunan teduh bagi tumbuhan lainnya atau pohon yang menyediakan alas hutan yang baik.

Semakin beragam jumlah spesies pohon dalam sebuah hutan, artinya semakin kaya hutan itu. Jika semakin kaya, maka semakin banyak pula makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Kekayaan itu menjadi indikator sehatnya sebuah hutan.

Lantas, sehatkah hutan tanpa binatang di dalamnya?

Hutan Butuh Hewan Sebagaimana Hewan Butuh Hutan

Bayangkan jika sebuah stasiun bus tak ada penumpangnya. Hanya ada bus yang setiap hari parkir, bahkan tanpa ada supirnya. Bagaimana nasibnya setelah 1 bulan? tentu, stasiun itu akan lusuh dan busnya pun mulai rusak.

Begitu juga hutan. Tanpa hewan yang hidup di dalamnya, hutan itu menjadi hutan yang tidak sehat. Bagaimana bisa?

Kita pernah belajar tentang rantai makanan. Sederhananya, rantai makanan menjelaskan bagaimana alam bergantung dengan satu sama lainnya. Dalam konteks hutan, entitas ini butuh hewan untuk menjaga kesehatannya.

Misalnya, rumput yang tumbuh terlalu tinggi tidak baik bagi kesuburan pohon di sekitarnya. 

Apa jadinya jika rumput tumbuh terlalu tinggi? Teamtrees.org menjelaskan bahwa hutan dengan rumput yang tinggi berpotensi menjadi padang rumput di kemudian hari. Hal ini karena rumput menghalangi sinar matahari yang membuat pohon di sekitarnya sakit.

Rumput ini harus dipotong. Pada alam liar, rumput dimakan oleh hewan herbivora agar rumput tidak terlalu tinggi. Sehingga, matahari dapat menyinari tanah dan membuat tumbuhan di sekitarnya sehat.

Namun, terlalu banyak hewan herbivora pun tidak baik. Tak hanya rumput yang mereka makan, namun juga benih pohon atau pohon muda. Akhirnya, sama-sama membuat hutan tidak sehat.

Itulah mengapa keberadaan hewan predator dibutuhkan untuk mengurangi jumlah hewan herbivora ini. Memutus rantai makanan yang ada di hutan berdampak bagi segala ekosistem. 

Itulah mengapa, menebang pohon atau berburu sembarangan sangat berbahaya. Tentu, efeknya bukan dalam jangka pendek. Melainkan jangka panjang.

Papua Maju Soal Membangun dan Menjaga Hutan

Dalam buku Masyarakat Adat & Kedaulatan Pangan, masyarakat adat adalah mereka yang mendiami suatu kawasan dengan pola hidup tradisional. Sebagaimana masyarakat modern pada perkotaan, mereka pun menjaga tempat tinggalnya.

Misalnya, masyarakat kota menjaga kota mereka dengan tidak membuang sampah sembarangan. Kemudian, tidak merusak fasilitas publik sembarangan, atau bahkan tidak mengganggu hidup orang lain. 

Begitu pula masyarakat adat. Perbedaannya, tempat tinggal mereka adalah alam terbuka yang kaya akan tumbuhan dan makhluk hidup. Jika ditanya soal siapa yang lebih paham soal alam, maka jawabannya adalah mereka.

Misalnya, masyarakat Papua. Kebanyakan peneliti setuju bahwa mereka adalah masyarakat yang paham dalam menjaga alam. Contohnya Suku Marind Kanume di Merauke, mereka punya tradisi yang disebut sebagai menjaga ‘saham’.

Saham, di sini bukanlah ihwal uang atau harta. Melainkan hewan buruan dan hutan. Dalam memanfaatkan hasil alam, mereka memiliki batasan tertentu. Misalnya, mereka tak berburu setiap waktu agar hewan buruan punya waktu berkembang biak.

Begitupula dalam memanfaatkan hasil hutan. Dengan demikian, membuat hutan bukanlah perkara pembangunannya saja. Namun juga merawat, memilihkan tanaman yang tepat, dan menjaga makhluk yang hidup di dalamnya.

Agaknya, masyarakat modern masih kalah jauh soal ini dengan masyarakat adat. 

Sumber:
Arif, Ahmad. 2021. Masyarakat Adat & Kedaulatan Pangan. Jakarta: KPG

Atlas Pro. 2019. How to Build a Fores. Tayangan Youtube di channel Atlas Pro

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments