HomeKabar BintuniKetidakhadiran Keluarga Iptu Tomi Marbun dalam Sidang Adat Disayangkan DAP Teluk Bintuni

Ketidakhadiran Keluarga Iptu Tomi Marbun dalam Sidang Adat Disayangkan DAP Teluk Bintuni

Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah Teluk Bintuni, Yan Viktor Kamisopa, menghadiri sidang peradilan adat Provinsi Papua Barat Wilayah III Doberay yang berlangsung di Aula Kantor Pengadilan Adat Papua, Jumat (13/6/2025).

Yan Viktor menyatakan bahwa kehadirannya berkaitan dengan tuntutan pemulihan nama baik tujuh anggota Resmob Teluk Bintuni, yang merupakan Orang Asli Papua (OAP). Kasus ini mencuat di media sosial setelah beredarnya pernyataan dari keluarga dan istri almarhum mantan Kasatreskrim Polres Teluk Bintuni, Iptu Tomi Samuel Marbun, yang dinilai merugikan nama baik para anggota Resmob tersebut.

“Dalam undangan yang kami kirimkan, pihak istri maupun keluarga Iptu Tomi Marbun diharapkan hadir dalam sidang adat ini. Namun hingga sidang berlangsung, mereka tidak hadir,” ujarnya.

Karena belum ditemukan titik terang dalam sidang tersebut, Ketua Dewan Pengadilan Adat Papua Wilayah III Doberay berencana melaporkan perkara ini ke Polda Papua Barat.

“Rencananya dalam dua minggu ke depan akan ada pertemuan lanjutan yang melibatkan Polda Papua Barat untuk memfasilitasi dan memanggil pihak keluarga,” jelas Yan Viktor.

Ia berharap persoalan ini segera menemukan penyelesaian, mengingat dugaan keterlibatan tujuh anggota Resmob dalam hilangnya Iptu Tomi Marbun telah dinyatakan tidak terbukti berdasarkan hasil penyelidikan Polda Papua Barat.

“Namun, karena masih adanya ketidakpuasan dari pihak keluarga, masalah ini akhirnya dibawa ke ranah peradilan adat,” pungkasnya.

Di sisi lain, Kuasa Hukum anggota Resmob Teluk Bintuni, Yohanes Akwan, S.H., M.A.P., C.L.A., menyampaikan bahwa terdapat dugaan adanya tindakan doxxing atau penyebaran informasi pribadi serta fitnah oleh segelintir orang, sebagai akibat dari siniar maupun pembentukan opini yang dilakukan oleh istri almarhum, Riah Tarigan, melalui media sosial. Narasi tersebut dianggap mencemarkan nama baik kliennya.

“Pernyataan yang menyebut mereka bukan anggota kepolisian telah membunuh karakter anak-anak Papua yang selama ini mengabdi untuk negara,” tegas Yohanes.

Ia juga menyatakan bahwa surat yang dikirimkan oleh Riah Tarigan kepada Dewan Adat tidak menjawab isu yang harus diselesaikan agar polemik yang selama ini terjadi bisa diselesaikan.

“Karena itu, kami meminta agar Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay agar segera menempuh jalur hukum yang dibutuhkan,” ujarnya.

Yohanes menambahkan, peradilan adat telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, yang mengakui kewenangan masyarakat hukum adat dalam menyelesaikan perkara internal mereka.

Ia juga menduga bahwa surat dari Riah Tarigan merupakan hasil konsultasi dengan oknum pengacara tertentu yang tidak memahami prosedur adat secara utuh.

Sementara itu, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti mengimbau semua pihak agar mengedepankan jalan mediasi dalam menyelesaikan persoalan ini. Ia mengundang kuasa hukum dari pihak keluarga almarhum untuk hadir dalam proses mediasi yang akan digelar oleh Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay.

“Sebenarnya sidang adat itu merupakan media yang inklusif, oleh karenanya saya juga menyayangkan ketidakhadiran keluarga dari Iptu Tomi Marbun. Kami berharap masalah ini dapat diselesaikan secara arif dan bijaksana tanpa saling menyalahkan,” ujarnya.

Menurutnya, penyelesaian lewat mekanisme adat yang diakui oleh hukum positif di Papua dapat menjadi jalan tengah yang adil bagi semua pihak, baik bagi keluarga almarhum maupun anggota Resmob Teluk Bintuni.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments