HomeKabar BintuniKekelaman di Balik Luhurnya SMA Selamat Pagi Indonesia: Kejahatan Seksual Terhadap Murid...

Kekelaman di Balik Luhurnya SMA Selamat Pagi Indonesia: Kejahatan Seksual Terhadap Murid Sekolah

Ilustrasi kekerasan seksual. Sumber: Freepik

“Betapa terkejutnya saya, ketika menerima telepon dari salah satu rekanan yang mengabarkan telah terungkap adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh Julianto Eka Putra, salah satu dari sekian banyak  founder dari Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) yang saya kenal,  terhadap sejumlah murid perempuan yang bersekolah di situ. Saat ini para korban yang berjumlah 15 orang, didampingi  oleh Bang Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak dan sudah dilaporkan ke kepolisian” ungkap seorang narasumber yang tidak ingin dibuka identitasnya, dalam sebuah obrolan di bilangan Jakarta Selatan.

Terbaca raut yang begitu kecewa dari wajahnya, ketika mengetahui sosok Julianto yang akrab dipanggil dengan sapaan Koh Jul dan sangat dihormati sebagai mentor, bisa dengan begitu teganya menggunakan dan memaksakan kuasanya untuk melampiaskan syahwat kepada murid-murid sekolah di bawah umur yang berasal dari latar belakang yang sudah begitu mengenaskan.

“Anak-anak tersebut, ketika sekolah Selamat Pagi Indonesia didirikan di tahun 2007, di Kota Batu, Malang., merupakan anak-anak pilihan dari seluruh Indonesia, dari semua suku dan agama, pula dengan latar belakang yang berbeda. Yang pasti, mereka dipilih untuk bersekolah secara gratis dan disediakan akomodasi juga secara gratis, karena pada umumnya mereka berasal dari latar belakang ekonomi yang sangat kurang. Sudah dengan background yang tragis dan traumatis, para korban harus menelan lagi pil pahit dari sosok mentor yang sangat dihormati di sekolah ini,” lanjut ia bercerita dengan mata berkaca-kaca.

Julianto Eka Putra, founder SPI yang menjadi tersangka kekerasan seksual terhadap para muridnya. Sumber: SelamatPagiIndonesia.org

SPI sendiri merupakan sarana pendidikan berasrama (boarding school) menyeluruh, yang memotivasi murid-muridnya untuk menjadi wirausahawan. Dengan metoda praktik secara langsung untuk terjun pada usaha-usaha kecil dan menengah, SPI menyediakan lahan di kawasan sekolah, dan diberi nama “Kampung Succezz”, untuk para muridnya agar bisa langsung mempraktikkan kepiawaiannya mereka dalam dunia wirausaha.

“Yang selalu ditanamkan oleh SPI kepada murid-murid ini adalah bagaimana menjadi seorang wirausahawan. Maka itu di dalam lingkungan SPI, disediakan praktik langsung bagi mereka untuk misalnya mengolah hasil pertanian menjadi produk-produk yang menarik dan menjualnya langsung ke masyarakat. Di SPI juga, ada hotel yang diberi nama Hotel Transformer, hotel ini dikelola juga oleh lulusan-lulusan SPI. Dan tentang masa lalu mereka yang begitu kelam sebelum bersekolah di sini, kami pelan-pelan pulihkan melalui sejumlah konseling yang ditangani oleh profesional. Inilah bentuk kekecewaan saya paling mendalam, ketika mengetahui tokoh yang dianggap begitu baik, ternyata menjadikan anak-anak ini sebagai korban. Sudahlah anak-anak ini sedang dipulihkan, masih dilecehkan lagi oleh Koh Jul,” lanjutnya bercerita.

Kekerasan Seksual Diduga Telah Dilakukan Julianto Sejak 2009

Julianto Eka Putra merupakan pendiri dari SPI yang aktif sebagai mentor dalam memberikan motivasi kepada murid-murid di sana sejak tahun 2009. Kesuksesannya sebagai seorang motivator pun sebagai pendiri SPI, membuat Julianto santer dikenal sebagai seorang filantropis pula. Decak kagum masyarakat terhadap sekolah ini, mengundang berbagai apresiasi, termasuk Andy Noya yang pernah mengundang Julianto di dalam acaranya, “Kick Andy”.

Namun, di balik hingar bingar dan kekaguman pada sosok Julianto, murid-murid tersebut, ternyata diduga dijadikan objek kekerasan seksual yang dilakukan sejak Julianto mulai aktif di SPI pada tahun 2009. Hal ini terungkap ketika Hotman Paris Hutapea, dalam acara Hotman Paris Show mengundang Arist Merdeka Sirait, dan dua korban Julianto di acaranya yang ditayangkan pada tanggal 1 Juli 2021.

Salah satu korban yang bernama Mawar (nama samaran), alumni SMA SPI, menceritakan perbuatan Julianto secara gamblang. Mawar yang masih berusia 16 tahun pada saat itu, dipaksa untuk berhubungan intim dengan Julianto dan dilakukan di kantor guru, yang pada saat itu dijadikan tempat tinggal oleh Julianto.

Selama Mawar menjadi murid di sekolah tersebut, hingga ia lulus dan bekerja di lingkungan SPI, Julianto kerap memaksanya untuk berhubungan intim selama kurang lebih 15 kali. Perbuatan cabulnya ini sudah dilakukan sejak Mawar masih menjadi murid di sekolah itu, hingga ia menginjak usia dewasa dan menjadi karyawan di salah satu usaha yang didirikan di SPI. Dengan kuasanya dan kekuatannya, Mawar tidak bisa berbuat apa-apa ketika Julianto melakukan perbuatan bejatnya.

Ketika ditanya mengapa mawar masih bertahan dan memilih bekerja di tempat yang dibesut oleh pelaku yang melecehkannya, ia menjawab himpitan ekonomi serta kewajibannya yang harus menanggung adik-adik dan saudaranya, yang membuat Mawar harus memendam dalam-dalam kekerasan yang dialaminya, dan memutuskan untuk tetap bekerja di SPI.

Dalam acara tersebut, Mawar bercerita bahwa perbuatan Julianto sebenarnya pernah dilaporkan ke kepala sekolah oleh korban lain, namun hal ini diabaikan. Bahkan korban yang melapor tersebut dituduh melakukan fitnah, meskipun korban sudah melakukan sumpah dengan menggunakan Al Quran. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran Mawar, sehingga menutup diri dari hal yang ia anggap aib, karena menganggap tidak mendapat perlindungan dari pihak sekolah.

Modus yang sama dipergunakan oleh Julianto kepada semua korban kekerasan seksualnya. Dengan memanggil para korban yang masih di bawah umur secara pribadi, mencium dan menelanjangi, hingga akhirnya dilakukanlah hubungan seksual tersebut dengan paksaan. Korban yang masih belia tak mampu melakukan perlawanan yang berarti. Apalagi dengan bungkamnya pihak sekolah, semakin membuat para korban lebih memilih untuk diam dan berpasrah.

Arist Merdeka Sirait pada acara Hotman Paris Show tersebut menyebutkan bahwa sikap yayasan dan sekolah yang diam dan membiarkan perbuatan pelaku, menjadi sinyal bahwa mereka menutup-nutupi perbuatan Julianto, secara berulang-ulang.

Korban yang sekarang didampingi oleh Arist Sirait saat ini berjumlah 15 orang. Namun kemungkinan besar masih bisa bertambah, karena Polres Kota Batu dan Polda Jawa Timur telah membuka hotline pengaduan terhadap dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Julianto ini. Begitu banyaknya korban dugaan kekerasan dan pelecehan seksual oleh Julianto ini, hingga-hingga Hotman Paris Hutapea menyebut peristiwa ini sebagai perkara dugaan pelecehan terbesar dalam sejarah hukum di Indonesia.

Saat ini, perkara kekerasan seksual yang dilakukan oleh Julianto telah dinyatakan lengkap pemberkasannya (P21) oleh Kejaksaan Negeri Kota Batu. Mengutip momentum.com., Kepala Kejaksaan Negeri Kota Batu, Supriyanto, membenarkan jika pihaknya telah menerima berkas tersebut dari Polda Jatim. Namun sangat disayangkan, Julianto sebagai Tersangka, tidak ditahan oleh Pihak Kejaksaan karena dianggap koorperatif. Masyarakat khawatir, jika tidak dicekal, berbekal kemampuannya, Julianto bisa saja melarikan diri.

Relasi Kuasa Dalam Kejahatan Seksual

Diamnya para korban bawah umur pada kekerasan dan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Julianto, merupakan perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan seksual dalam relasi kuasa. Dimana dalam hal ini, kekuatan serta kedudukan pelaku yang lebih tinggi mempengaruhi psikologis korban, yang mengakibatkan terjadinya peristiwa ini.

Pemikiran Relasi Kuasa yang dipengaruhi oleh teori dan konsep Michael Foucault ini, menggamblangkan perilaku penggunaan kewibawaan pelaku dalam kehidupan sehari-hari termasuk kejahatan seksual. Bagi Foucault, kekuasaan tidak dipahami sebagai sebuah kepemilikan layaknya properti atau posisi, melainkan dipahami sebagai sebuah strategi dalam masyarakat yang melibatkan relasi-relasi yang beragam. Termasuk hubungan antara Julianto dengan para korbannya.

Penerapan teori pengaruh relasi kuasa pada sebuah tindak pidana kejahatan seksual terutama kepada anak di bawah umur, kemudian diatur di dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam Pasal 76E tersebut dikatakan :” Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul” tipu muslihat dan paemaksaan yang dilakukan oleh pelaku dengan mengedepankan kewibawaan dan kekuasaannya terhadap korban, merupakan modus yang terjadi pada kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Julianto terhadap murid sekolah SPI.

 

Sumber:

Hotman Paris Show https://www.youtube.com/watch?v=2eTW3BbLrRg 

Teori Relasi Kuasa https://www.sosiologi.info/2020/07/pemikiran-michel-foucault-teori-relasi-kuasa.html 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments