HomeKabar BintuniBabak Baru Freeport di Papua: Smelter Baru di Fakfak Yang Dialihkan ke...

Babak Baru Freeport di Papua: Smelter Baru di Fakfak Yang Dialihkan ke Gresik

Ilustrasi smelter. foto:
pixabay

Kabarnya, kontrak PT Freeport Indonesia berakhir di tahun 2021. Penutupan tambang Grasberg mencakup kegiatan tailing, perumahan milik karyawan hingga tambang bawah tanah. Jika sesuai perkiraan, seluruh kegiatan tersebut akan berakhir pada tahun 2041 mendatang. 

Kendati demikian, ada beberapa pertimbangan dari pemerintah untuk memperpanjang kontrak Freeport. Ada 3 syarat utama yang harus dipenuhi jika kontrak Freeport hendak diperpanjang. Pertama, Freeport harus  mendivestasikan 51 persen saham ke pemerintah. Kedua, Freeport harus membangun smelter dalam negeri untuk memurnikan seluruh hasil produksinya dan ketiga adalah meningkatkan penerimaan untuk negara.

Alasan utama Negara hendak memperpanjang kontrak Freeport adalah untuk mengambil alih tambang Grasberg. Dengan kata lain, pemerintah hendak mengelola sendiri tambang yang sebelumnya dikelola oleh perusahaan asal Negeri Paman Sam tersebut.

Itikad perpanjangan kontrak Indonesia terhadap Freeport ternyata bukan isapan jempol belaka. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melakukan kerja sama dengan China ENFI Engineering Corporation (ENFI) dalam Nota Kesepahaman tentang Proyek Peleburan (Smelter) Tembaga.

Sebagai bentuk syarat kedua perpanjangan kontrak Freeport, industri smelter sebagai pemurnian hasil tembaga rencananya dibangun di Fakfak, Papua Barat. Mengutip bisnis.com, PT Freeport menyediakan bahan baku sebanyak 800.000 ton/tahun untuk proyek ini.

Keputusan ini merupakan perwujudan dari arahan Presiden mengenai transformasi ekonomi melalui peningkatan nilai tambah dan ekspor Indonesia ke dunia yang juga merupakan amanat dari Undang-Undang No. 3/2020 tentang Perubahan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 

Potensi Ekonomi Papua yang Dipupuskan Pemerintah

YLBH Sisar Matiti ketika berdiskusi dengan Masyarakat Adat Mbaham Matta Fakfak

Kabar pembangunan smelter di Fakfak bukanlah angin lalu. Berita tersebut memang sudah ada sejak tahun 2021. Namun ketika Freeport memutuskan untuk memindahkan smelter dari Fakfak ke Gresik, Jawa Timur mengecewakan banyak pihak. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti dan Lokataru Kantor Hukum dan HAM menyoroti hal ini sebagai bentuk diskriminasi ekonomi bagi rakyat Papua, terutama Fakfak. 

Yohanes Akwan, SH., Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti mengungkapkan bahwa, melalui Lokataru Kantor Hukum dan HAM yang diketuai oleh Haris Azhar, SH dan rekan telah mendapatkan kuasa dari masyarakat adat Fakfak untuk menggugat keputusan PT Freeport tersebut.

“Fakta dari dokumen yang kami ketahui Pemerintah Indonèsia melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sudah menendatangani kesepakatan kerja sama degan China ENFI Engineering Corporation (MCC Grup China) untuk proyek pembangunam smelter dibangun di Kabupaten Fakfak Prov Papua Barat, namun kemudian secara tiba-tiba proyek ini dipindahkan ke Gresik. Bayangkan mereka ambil kita punya sumber daya kemudian diolah di Jawa. Belum lagi potensi penyerapan tenaga kerja masyarakat Papua yang pupus atas keputusan ini” ungkap Akwan.

“Menurut Jokowi, adanya pembangunan Smelter maka potensi penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 40.000 orang. Ini masyarakat yang sudah berharap, dikecewakan oleh PT Freeport dan pemerintah. Kami sarankan,Pemerintah tidak boleh diatur oleh PT Freport karena alasan klasik. Tetapi perlu diingat bahwa ada banyak aspirasi dari rakyat Papua meminta smelter di bangun di Papua, kami mengimbau agar Gubernur dan kepala-kepala daerah lainnya menekan pemerintah agar kembalikan pembangunan smelter tersebut kembali ke Fakfak” sambungnya.

 

Sumber:

Prakoso, Jaffry Prabu. 2021. China ENFI Akan Bangun Industri Smelter Tembaga di Papua Barat, Bahan Baku dari Freeport. Bisnis.com edisi 13 April 2021.

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments