Tahun 2014 dulu, Centre for People Studies and Advocation (Cepsa) pernah menyoroti perihal reses bagi seluruh anggota DPR. Direktur Eksekutif Cepsa kala itu, Sahat Martin Philip pernah mengungkapkan keprihatinannya terhadap reses DPR.
Bahwa, reses bukanlah masa istirahat. Melainkan kegiatan para wakil rakyat itu untuk melakukan kunjungan kerja. Bukan sembarang kunjungan kerja, namun mendengarkan aspirasi dari masyarakat yang mereka wakili.
“Rakyat dan media massa harus mengawal masa reses bukan hanya sekadar menjadi masa istirahat para wakil rakyat,” kata Direktur Eksekutif Cepsa, Sahat Martin Philip, mengutip Antara edisi Kamis (11/12/2014).
Kala itu, ia menganjurkan agar DPR mampu mengoptimalkan waktu reses agar berkualitas. Mereka harus mendengarkan aspirasi rakyat dan tidak berlaku semena-mena. Ungkapnya.
“Anggota DPR tidak bisa semena-mena menyatakan mewakili aspirasi rakyat, ketika nyatanya sama sekali tidak mendengar apa sebenarnya aspirasi rakyat itu,” katanya.
Ini adalah upaya untuk menghilangkan citra negatif pada DPR yang kian melekat. Namun, apa itu reses?
Secara sederhana, reses adalah waktu untuk DPR melakukan kegiatan di luar sidang. Kegiatan ini dapat berupa kunjungan kerja, baik perorangan atau berkelompok. Kendati demikian, sejarah menunjukkan citra negatif masa reses DPR.
Misalnya, pada tahun 2009, pemerintah menggelontorkan dana sebesar 70 juta rupiah per anggota DPR untuk masa reses. Namun, tak nampak hasil pertanggung jawaban masa reses DPR terkait dana tersebut.
Berbicara soal reses, khususnya tahun 2021 sebagai reses pertama pada tahun tersebut, nampaknya Ibu Kota belum menyambut petuah Cepsa 7 tahun lalu. Media tak ramai memberitakan kegiatan reses DPR Ibu Kota.
Namun, berbeda halnya dengan masyarakat timur Indonesia, Papua.
Serba-serbi Reses Papua: Reses di 3 Distrik
Ada yang menarik dari masyarakat Papua. Sudah menjadi rahasia umum, bahkan terkenal ke seluruh Nusantara bahwa nilai kekeluargaan dan solidaritas masyarakat timur ini begitu kental. Sejumlah artikel ilmiah dan jurnal menyoroti asas kekeluargaan ini dalam budaya mereka.
Misalnya, budaya brapen sebagai bentuk makan bersama. Kemudian, ada pula tradisi potong jari yang menggambarkan kedekatan mereka antar sesama keluarga. Atau, asas ‘maju bersama mundur bersama’ yang kental dalam masyarakat timur.
Budaya ini mulai menampakkan jati dirinya dalam dunia politik dan pemerintahan masyarakat Papua. Misalnya, Anggota DPR Papua Barat, Daerah Pengangkatan (Dapeng) Manokwari Raya, Sergius Rumsayor, S.S. Beliau melakukan Reses pertama tahun 2021 pada sejumlah kampung. Tak hanya sekali, bahkan 3 kali.
Adapun reses berjalan di di Kampung Arowi, Kelurahan Arowi, Distrik Manokwari Timur, Selasa (27/4/2021). Reses kedua di Kampung Gunung Jati, Kelurahan Padarni, Distrik Manokwari Barat, Rabu (28/4/2021) dan Reses ketiga di Kampung Wamesa, Kelurahan Andai, Distrik Manokwari Selatan, Kamis (29/4/2021).
Dari hasil reses tersebut, ia mendapatkan sejumlah aspirasi mendasar dari berbagai bidang. Hal ini nantinya akan ditindaklanjuti untuk menjawab kebutuhan masyarakat, khususnya Orang Asli Papua (OAP).
Sebagai contoh, aspirasi masyarakat di kampung Arowi. Rumsayor menyebut mereka membutuhkan pembangunan instalasi air bersih, pembangunan Polsek Manokwari Timur, kendaraan pengangkut sampah, pemberdayaan karang taruna, pembangunan lampu jalan dan juga pembangunan pondok jualan.
“Tadinya dari Eksekutif sudah buat bak penampung air di Susweni tapi, belum difungsikan. Saya rencana akan turun langsung lihat bak air tersebut. Kalau memang mata airnya masih ada, nanti saya akan dorong supaya masyarakat mendapatkan air bersih langsung ke rumah-rumah,” papar Rumsayor pada media.
Aspirasi Rakyat Perlu Dikawal
Kemudian, masyarakat Gunung Jati juga meminta pembangunan gorong-gorong, karena kalau hujan, volume air tidak dapat tampung air, akhirnya air meluap ke jalan.
“Mama-mama Papua di gunung jati juga meminta pembangunan pondok jualan. Saya harap mama-mama Papua tidak hanya menjual pinang saja tapi mereka juga harus jual dagangan lainnya. Masyarakat Gunung Jati juga meminta pembangunan lampu jalan,” ujar Rumsayor.
Alumni STiBA Satya Wacana Salatiga Jawa Tengah ini menambahkan, khusus di Kampung Wamesa, masyarakat meminta adanya pembangunan talud. Sebab, sepanjang Pantai Wamesa terjadi abrasi.
Lebih lanjut, ungkap Rumsayor, masyarakat di kampung Wamesa ibaratkan hidup dalam kuali. Kalau datang hujan, rumah-rumah disana tergenang air, untuk itu, masyarakat meminta adanya pembangunan drainase.
“Di sana juga sama, mama-mama Papua meminta pembangunan pondok jualan. Pemuda karang taruna disana juga meminta adanya pemberdayaan.
Pemuda di sana rencana membuat bengkel. Tapi, saya bilang buat saja yang penting ada teknisi. Kalau sudah ada pasti kami akan dorong,” terangnya.
Ditegaskan Rumsayor, sejumlah aspirasi yang telah disampaikan masyarakat dari 3 kampung akan dikawal, meskipun tidak semua aspirasi dijawab, karena ketersediaan anggaran.
“Tapi saya akan upaya untuk aspirasi di 3 kampung ini dapat dijawab. Intinya saya akan tetap kawal aspirasi ini sampai aspirasi-aspirasi ini dijawab,” tandas mantan Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi, Papua Barat
Sumber:
Redaksi Kompas. 2014. Masa Reses DPR untuk Serap Aspirasi Rakyat, Bukan Waktu Istirahat! Kompas edisi 11 Desember 2014