HomeKabar BintuniElegi Sawit: Hutan Adat yang Tidak Bisa Kembali

Elegi Sawit: Hutan Adat yang Tidak Bisa Kembali

Hutan adat. Foto: google

“Hutan kami sudah sebagian besar dijadikan lahan sawit. Tapi penghasilan dari sawit itu kami masyarakat adat tidak nikmati. Yang makan siapa?” tanya Kosmas Boryam, masyarakat adat Kampung Wembi, Distrik Manam, Kabupaten Keerom, Papua.

Kehadiran sawit bukanlah barang remeh-temeh di sejumlah masyarakat Indonesia. Bagi investor, atau bahkan pemilik sawit, mereka dapat menjadi pundi-pundi uang yang masuk ke dalam kantong mereka.

Selain itu, narasi bahwa sawit membuka lapangan kerja selalu menjadi tabir yang menutup fakta bahwa sawit merupakan sebab berbagai kendala. Misalnya saja, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan, mengatakan hal serupa.

“Setidaknya ada 6,2 juta petani kelapa sawit yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, itu merupakan tulang punggung ekonomi kita,” ungkap Fadhil mengutip media Indonesia.

Kendati demikian, sawit punya dampak yang tidak tergantikan di sisi lain. Kasmos Boryam merupakan bukti bahwa sawit berdampak buruk bagi kehidupan sosial suatu masyarakat. Menurutnya, hutan merupakan tempat yang sangat penting untuk masyarakat.

Hutan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat adat. Masyarakat berburu, meramu, mencari penghidupan dari sana. Menjaga alam, sama dengan menjaga kehidupan masyarakat.

Kami masyarakat adat berburu di hutan, karena kekurangan pendapatan untuk makan, dan membiayai sekolah anak. Kalau dapat buruan, misalnya rusa, kami bisa jual untuk biaya anak sekolah,” ujarnya.

Hal serupa juga terjadi pada masyarakat adat di Wembi. Dulu, masyarakat mereka makan singkong dan hidup dari hutan. Kini, Magdalena Penaf, masyarakat adat Wembi, menyebut mereka kekurangan biaya untuk anak sekolah.

“Kami hanya hidup bertani. Kami tidak punya biaya cukup untuk membiayai anak kami sekolah. Kami harap pemerintah bisa perhatikan kami, para masyarakat adat di kampung,” ujarnya.

“Orangtua kami dulu makan sagu, tapi kami kini makan nasi. Itu karena orangtua kami dulu tanam sagu. Kami kini mulai tanam padi, karena lahan kami mulai banyak hilang,” sambungnya.

Papua Barat jadi Satu-satunya Provinsi yang Selesaikan Evaluasi Perizinan Sawit

Keberhasilan pemerintah mencabut izin perusahaan sawit yang bermasalah merupakan gebrakan bagi wilayah di timur Indonesia itu. Menurut Juru kampanye sawit Perkumpulan Kaoem Telapak, Rahmadha Syah, Papua Barat adalah satu-satunya provinsi yang berhasil menyelesaikan evaluasi perizinan perkebunan sawit.

Papua Barat adalah satu-satunya provinsi yang telah menyelesaikan proses evaluasi perizinan, dan ditemukan bahwa 12 dari 24 perusahaan sawit belum memiliki izin yang diperlukan untuk beroperasi,” kata Rahmadha Syah, mengutip Jubi.

Moratorium, menurut Rahmadha, merupakan alat yang berguna untuk mengendalikan dampak buruk sawit di kemudian hari. Ke depannya, ia berharap ini menjadi acuan untuk mengendalikan ekspansi sawit di Papua dan Papua Barat.

Menanggapi hal tersebut, Juru kampanye sawit Environmental Investigation Agency (EIA), Siobhan Pearce, menyebut hal ini sebagai peringatan untuk pemerintah. Ada beberapa hal yang ia garisbawahi. 

Pertama, pelanggaran izin sawit merupakan hal yang marak terjadi di Indonesia. Dengan adanya provinsi yang berhasil menyelesaikan evaluasi sawit, setidaknya hal ini dapat berlanjut di wilayah lainnya.

“Pelanggaran seperti ini,yang marak terjadi di sektor sawit. Mengakibatkan rendahnya kepercayaan bahwa tata kelola telah membaik,” ujarnya.

Kedua, menjadi peringatan bagi pemerintah soal kredibilitas mereka terkait program sawit berkelanjutan. Pemerintah harus lebih waspada soal perundang-undangan sektor sawit dan programnya.

“Ini artinya, Pemerintah Indonesia tidak boleh berhenti dan terus meningkatkan peraturan perundang-undangan yang berguna dan kuat untuk sektor sawit,” ucapnya.

 

Sumber:
Pademme, Arjuna. 2021. Papua Barat, satu satunya provinsi yang menyelesaikan evaluasi perizinan sawit. Jubi edisi 12 Oktober 2021.

_____________. 2021. Masyarakat adat Keerom: Hutan habis untuk sawit, tapi kami tidak menikmati. Jubi edisi 23 Oktober 2021.

 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments