HomeKabar BintuniDewan AMAN Soal Otsus: Masyarakat Adat Mau Dibawa Kemana?

Dewan AMAN Soal Otsus: Masyarakat Adat Mau Dibawa Kemana?

Ilustrasi AMAN. Foto: google

Masih terdapat sebagian orang yang mengatakan bahwa otonomi khusus yang berjalan di Papua dan Papua Barat tidak berjalan. Hal ini kerap disampaikan oleh para tokoh dan pengamat yang memerhatikan isu negeri timur Indonesia itu.

Termasuk di dalamnya, sejumlah masyarakat Papua itu sendiri. Dewan Aliansi Masyarakat Adat, misalnya. Sebagai salah seorang dewan, Laudya Mentasan progres dari otsus Papua tersebut. 

Ia menyoroti beberapa masalah yang terdapat dalam pelaksanaan otonomi khusus di Papua dan Papua barat. 

Otsus selama 20 tahun ini berjalan tapi ada sedikit, otsus memang berjalan dari pusat ke daerah, tapi ada tersendat. Macam ditahan entah siapa yang tahan,” ungkap Laudya Mentasan dalam webinar bertajuk Rendahnya Tingkat Kebebasan Sipil di Papua dan Inkonsistensi Otonomi Khusus.

Dalam konteks otsus, Laudya mengatakan bahwa Majelis Rakyat Papua (MRP) kurang melibatkan masyarakat kultur adat. Ia menjelaskan bahwa MRP memang memiliki program penjaringan aspirasi masyarakat adat. Namun menurutnya ini belum maksimal.

“Saya pikir MRP kurang aktif dalam kegiatan masyarakat adat karena tidak menyentuh akar rumput,” terang Laudya.

“Kebanyakan dari tokoh adat tidak dilibatkan dalam penjaringan aspirasi MRP. Kebijakan masyarakat adat ini harus diambil secara baik. Memang ada penjaringan aspirasi, tapi MRP ini bikin apa? Kami di setiap komunitas adat punya kedaulatan politik, tapi tidak terlalu terlibat dalam kultur ini,” imbuhnya.

Selain itu, ia menilai bahwa masing-masing pemegang kepentingan masih bergerak secara sendiri-sendiri. Misalnya, antara MRP, DPR otsus dan pemerintah belum terlihat sinergi.

“Saya melihat MRP jalan sendiri, pemerintah jalan sendiri, DRP otsus jalan sendiri. Makanya terjadi komunitas kultur masyarakat adat ini bingung mau dibawa kemana?” lanjut Laudya.

Persoalan ini menurutnya telah mengungkap fakta bahwa permasalahan ekonomi dan sosial di Papua masih belum terurai dengan baik. Salah satu contohnya, ketua adat tidak memiliki hunian yang layak.

Selain itu, Laudya menyebut bahwa demokrasi masyarakat Papua telah dikebiri melalui sistem yang ada. Contohnya, masih ada sebagian yang mengisi jabatan pemerintah dan partai politik itu bukan orang asli Papua. 

“Kalau kita tidak bicara soal ini, nanti masyarakat Papua merontak ‘otsus Papua tidak berhasil!’ Sepertinya DPR otsus di Papua ini tidak jalan. Harus ada kerjasama pemerintah,” ungkap Laudya.

Sumber:
Public Virtue. 2021. Webinar: Rendahnya Tingkat Kebebasan Sipil di Papua dan Inkonsistensi Otonomi Khusus.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments