Salah satu destinasi wisata di Papua Barat selain Raja Ampat adalah danau Ayamaru. Sebuah danau berwarna biru dengan lanskap alam asri Papua yang begitu menawan. Keindahannya terjaga oleh kearifan lokal warganya.
Danau dengan luas 980 hektare ini merupakan warisan dari leluhur masyarakat suku besar Maybrat. Dengan keyakinan tersebut, masyarakat menjaga sangat danau ini. Salah satunya dengan tidak menebang pohon di sekitar danau sembarangan.
Mereka percaya, bahwa arwah nenek moyang mereka masih menghuni danau Ayamaru. Dengan demikian, menebang pohon di sekitar danau sama saja memotong rambut nenek moyang.
Terletak tepat di kepala burung, dekat dengan Raja Ampat, menjadikan danau ini punya keanekaragaman hayati. Sebagaimana kita ketahui, Raja Ampat merupakan salah satu habitat tersehat untuk biota air di Asia Tenggara.
Begitu juga danau Ayamaru, menjadi habitat yang sehat bagi biota air tawar. Kejernihan air danau Ayamaru merupakan salah satu tanda betapa sehatnya danau ini. Kita dapat melihat ikan berenang di dasar danau dengan mata telanjang.
Salah satu biota air tawar yang khas dari danau Ayamaru adalah ikan sekiak. Ikan berwarna merah dan abu-abu mengkilap ini merupakan jenis ikan langka lantaran keindahannya. Mereka kerap menjadi incaran para pehobi ikan hias, bahkan dibandrol dengan angka yang fantastis.
Seluruh deskripsi keindahan alam danau Ayamaru itu menjadikannya harta karun terpendam negeri Cenderawasih. Tak ayal, danau Ayamaru menjadi salah salah satu objek wisata Nusantara. Namun, benarkah kondisi danau Ayamaru tetap sama seperti sedia kala?
Penelitian: Masyarakat Menyadari Ada Masalah pada Danau Ayamaru
Hampir seluruh media arus utama mengabarkan tentang keindahan danau biru di Ayamaru ini. Namun, hanya sedikit yang bicara ihwal konservasi dan kelestarian dari salah satu harta karun wisata Papua Barat ini.
Pada tahun 2013, sebuah jurnal penelitian membahas terkait pandangan masyarakat lokal tentang manajemen danau Ayamaru sebagai lokasi wisata. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa masyarakat Ayamaru menganggap danau ini cukup sakral.
Artinya, menjadikan danau Ayamaru menjadi lokasi wisata tidak dapat menafikan kearifan penduduk lokal.
Dalam penelitian tersebut, Albertho Hendrikus Solossa dan koleganya mengatakan bahwa danau Ayamaru mengalami perubahan. Bahkan, tak menutup kemungkinan perubahan tersebut akan membawa kepunahan bagi keindahan danau tersebut.
Setidaknya terdapat 2 masalah utama yang dibahas oleh Albertho dan koleganya. Pertama, soal sedimentasi yang terjadi di danau Ayamaru.
“Ada perubahan dalam ekosistem danau — dulunya, danau ini punya air yang sangat banyak. Namun sekarang terlihat seperti lapangan,” mengutip pernyataan warga dari jurnal penelitian Albertho.
Sedimentasi didukung oleh beberapa hal. Salah satunya adalah perkembangan permukiman di pinggiran danau. Pada tahun 2013, kurang lebih 0,34 persen wilayah di sekitar danau Ayamaru dijadikan permukiman.
Selain permukiman, pemanfaatan lahan untuk pertanian di sekitar danau juga menyebabkan sedimentasi. Kurang lebih 0.02 persen lahan pertanian di Maybrat menyumbang sedimentasi ini.
Albertho dalam jurnalnya juga menyebut bahwa kegiatan di danau Ranupani juga mempengaruhi sedimentasi di danau Ayamaru. Bahkan, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa sedimentasi ini berkembang cepat. Ini mengurangi luas dari danau Ayamaru dari waktu ke waktu.
Masalah lainnya adalah berkurangnya sumber mata air di danau Ayamaru. Pembangunan permukiman yang terlalu banyak membuat volume air di danau Ayamaru berkurang. Ini juga berpengaruh pada sumber air bersih masyarakat lokal.
“Kami telah menebang terlalu banyak pohon di hutan kami untuk pemukiman, dan ini menyebabkan penurunan volume air di sungai yang mengalir ke danau. Hasilnya jelas mengurangi volume air di danau,” mengutip pernyataan warga dari jurnal penelitian Albertho.
Ini adalah salah satu dampak dari potensi wisata terhadap alam. Tanpa manajemen yang memadai, maka cepat atau lambat keindahan alam tersebut akan mengalami perubahan. Penelitian ini menunjukkan bahwa danau Ayamaru sedang tidak baik-baik saja.
Sejumlah perubahan terlihat jelas pada tahun 2013. Lantas, bagaimana setelah 8 tahun kemudian?
Sumber:
Ratnasari, Bella Cynthia. Danau Ayamaru, Satu Lagi Surga Terpendam dari Mutiara Hitam. Kumparan edisi 30 Juni 2018.
Solossa, Alrbertho Hendrikus, dkk. 2013. Local Community Perception on the Sustainable Uses of Ayamaru Lake, West Papua Indonesia. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 14, Issue 3 (Jul. – Aug. 2013), PP 36-42