Direktur LBH Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, soal vonis hukuman kepada Victor Yeimo menyebut bahwa pasal makar hanyalah alat kriminalisasi untuk aktivis Papua. Ini menjadi satu lagi catatan bobroknya kebebasan berpendapat masyarakat Papua di Indonesia
“Berkaitan dengan keempat dakwaan yang tidak terpenuhi, membuktikan bahwa selama ini pasal makar itu memang betul-betul dijadikan alat kriminalisasi bagi aktivitas Papua,” ungkap Gobay soal vonis yang menimpa Victor Yeimo, mengutip VOA.
Catatan ini diperparah dengan ditangkapnya 76 aktivis Papua yang menyebarkan selebaran tentang dukungan terhadap Victor Yeimo, atau pembebasan Victor. Kepolisian menangkap 76 aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB), yang mana 15 orang dibawa ke Polsek Abepura, 45 lainnya ke Polsek Heram dan 16 sisanya di Polres Jayapura.
Adapun isi selebaran yang disebarkan oleh 76 aktivis tersebut adalah ajakan menggelar mimbar bebas menuntut pembebasan Victor Yeimo yang merupakan juru bicara KNPB. Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut tindakan ini tidak menghargai aktivisme damai, khususnya oleh orang Papua.
“Penangkapan massal ini membuktikan aparat keamanan dan penegak hukum belum menghargai aktivisme damai orang Papua. Padahal, mestinya mereka menyediakan ruang untuk kebebasan berpendapat dan berekspresi warga,” ujar Usman dalam keterangan tertulis.
Usman menambahkan bahwa tidak semestinya kepolisian melakukan tindakan represif pada orang yang hendak menyampaikan aspirasinya, terlebih merupakan aksi damai. Menurutnya, aksi penangkapan tersebut sewenang-wenang dan harus segera diakhiri.
“Sekarang, hampir tiap minggu kita menyaksikan pembungkaman ekspresi damai di Papua. Ini mengkhawatirkan. Ruang gerak dan ekspresi damai saudara-saudara kita di Papua makin dibatasi,” ujar Usman.
“Sampai kapan pihak berwenang akan terus merepresi dan melanggar kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai masyarakat di Papua?” sambungnya dalam kesempatan lain.
Dalam laporan Pelanggaran HAM Papua 2022 oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (PUSAKA), terdapat 26 kasus pelanggaran HAM di Papua yang terkait dengan pelanggaran hak kebebasan berekspresi. Dalam laporan tersebut juga mencatat setidaknya ada 3 korban meninggal dunia terkait kasus kebebasan berpendapat. Kemudian, 72 orang mengalami luka-luka, 361 orang ditangkap sewenang-wenang, 26 orang ditangkap dan menjalani proses hukum. Berkenaan dengan pasal makar, ada 18 diantaranya dijerat pasal tersebut bahkan dengan ancaman penjara seumur hidup.
Total kasus pelanggaran HAM yang tercatat dalam laporan berjudul “Dong Penjarakan Tong Pu Suara dan Pikiran” itu adalah 46 kasus dengan 348 korban sepanjang tahun 2022. Lebih detail lagi, kasus tersebut menyebabkan 22 anak dan 31 perempuan menjadi korban, dan 26 orang meninggal dunia.
Ketua Komnas HAM, Dr. Atnike Nova Sigiro angkat bicara soal cara kepolisian menangani aksi kebebasan berpendapat. Menurutnya, aksi demonstrasi merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi atau bersuara di depan umum dilindungi oleh undang-undang.
“Kita perlu melihat, mengapa aksi-aksi yang dilakukan secara damai, kemudian direspons secara berlebihan. Yang kemudian, dalam beberapa kasus, tadi disebutkan, mengakibatkan korban jiwa, mengakibatkan pemidanaan yang berlebihan, terhadap orang-orang yang terlibat di dalam kebebasan berekspresi dan berkumpul,” kata Nova, mengutip Voa.
Laporan dari Yayasan Pusaka tersebut menjadi peringatan kepada penegak hukum soal bobroknya penanganan kebebasan berpendapat masyarakat Papua yang bahkan merujuk pada diskriminasi. Jika hal ini dibiarkan, maka tak ayal konflik yang terjadi di Papua dapat berkeskalasi.
Referensi:
Amnesty International. 2022. Papua krisis kebebasan berekspresi dan berkumpul. Edisi 29 July 2022.
Sucahyo, Nurhadi. 2023. Ancaman Kebebasan Berekspresi Dominasi Kasus Pelanggaran HAM di Papua. Voa Indonesia edisi 4 Mei 2023.
Wiryono, Singgih. 2023. Amnesty International: Penangkapan 76 Aktivis Papua Bukti Penegak Hukum Belum Hargai Aktivisme Damai. Kompas edisi 10 April 2023.
_____________. 2023. Amnesty International Desak Polisi Bebaskan 76 Aktivis Papua yang Ditangkap karena Selebaran. Kompas edisi 10 April 2023.