Topik menjaga alam dan isu krisis iklim menjadi topik yang sangat hangat akhir-akhir ini. Pernyataan pemerintahan Papua Barat paling maju soal menjaga hutan dikutip dari artikel Forest Digest edisi 2 Mei 2021. Hal ini merujuk pada Deklarasi Manokwari yang mengumumkan tekad untuk melakukan konservasi dengan melindungi 70 persen hutan dan 50 persen laut mereka.
Deklarasi tersebut merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi pencabutan lima izin usaha kelapa sawit pada 27 April. Charlie D. Heatubun selaku Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah Papua Barat menyebut bahwa alasan pencabutan izin tersebut adalah untuk pembangunan hijau.
Hal ini sekaligus menjadi dasar bahwa pemerintahan Papua Barat memiliki pemikiran yang lebih maju terkait pelestarian alam dibandingkan dengan pemerintah daerah lainnya.
“Saya kira ini pertama kali di Indonesia ada daerah yang mencabut izin usaha kelapa sawit dengan alasan pembangunan hijau,” kata Charlie, 47 tahun, doktor dari The Royal Botanic Gardens Kew, Inggris, dan guru besar di Universitas Negeri Papua, mengutip Forestdigest.
Melalui Peraturan Daerah Khusus Nomor 10, pemerintah berencana menata ulang peruntukan lahan di Papua Barat. Pemerintah akan membalik 34 persen kawasan konservasi darat menjadi 70 persen.
Dengan peraturan tersebut, pemerintah Papua Barat akan menurunkan izin penggunaan lahan dari 64 persen menjadi 30 persen. Peraturan ini sekaligus menangkal Undang-undang Cipta Kerja yang menghapus batas minimal hutan 30 persen per pulau.
Ironi Daerah dengan Pemikiran Konservasi Paling Maju: Menjadi Daerah Termiskin Nomor 2
Kendati memiliki program konservasi yang baik, Papua Barat masih menduduki posisi kedua termiskin dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Papua Barat diketahui memanfaatkan sumber daya alam sebagai pendapatan daerah terbesar. Kendati demikian, dari total penerimaan 4 triliun, untuk pegawai dan belanja barang.
Selain itu, saat ini perubahan iklim sudah menampakkan dampak yang cukup serius pada Negeri Cenderawasih. Charlie menyebut bahwa keanekaragaman hayati di Papua dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Mengacu pada survei Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2015, kondisi keragaman hayati di Taman Nasional Teluk Cendrawasih dalam kondisi buruk. Tutupan karang keras di zona inti hanya 13-40 persen.
Kemudian, sebanyak 64 persen tata ruang di Taman Nasional Teluk Cendrawasih digunakan untuk pertanian, perkebunan, dan tujuan konversi lain.
Padahal, menurut penelitian 99 ahli botani pada tahun 2017 lalu, Papua memiliki keragaman hayati paling tinggi di dunia. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa pulau Papua menyimpan 13.634 spesies tumbuhan dari 1.742 genus dan 264 famili.
Artinya, Papua memiliki 3 kali lipat kekayaan tumbuhan dari pulau Jawa. Bahkan, jumlah tersebut menjadikannya pulau dengan jenis tumbuhan terbanyak di Asia Tenggara.
“Pak Gubernur sering mengatakan mari jaga hutan Papua Barat untuk generasi mendatang. Jangan kita wariskan air mata tapi wariskan mata air,” tutup Charlie.
Sumber:
Redaksi Forest Digest. 2021. Pemikiran Maju dari Papua Barat Menjaga Hutan. Forest Digest edisi 20 Mei 2021.
Masitoh, Siti. 2021. Kepala Balitbangda Papua Barat: Keanekaragaman hayati di Papua mengkhawatirkan. Kontan edisi 6 Juli 2021.