Advokat muda Papua, sekaligus Direktur Penanganan Perkara pada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti, Zainudin Patta, SH., menyoroti tentang brutalnya tindakan pengamanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian ketika membubarkan konsentrasi massa di Hitu dan Wakal, Maluku Tengah ketika bentrok.
Pengacara yang akrab dipanggil Patta ini menyuarakan kegeramannya sambil menunjukkan video yang viral beredar di media sosial, dimana terlihat polisi menembakkan senjata langsung ke arah warga yang kemudian berlarian.
“Saya lihat protap terhadap pengamanan ini sangat brutal. Polisi harusnya bisa berkaca dari Tragedi Kanjuruhan kemarin itu yang menyebabkan 132 orang meninggal, karena polisi menembakkan gas air mata langsung ke tribun penonton. Ini saya lihat kembali tindakan pengamanan dengan excessive force dilakukan oleh pihak kepolisian dengan menembakkan langsung senjata ke arah masyarakat. Ini mereka tampak seperti sedang berperang lawan teroris atau musuh bagaimana?” ujar Patta.
Ia berharap agar Kapolda atau Kapolres Ambon dan Pulau-Pulau Lease bisa segera menyidik tentang peristiwa yang merenggut satu nyawa masyarakat ini, dan menyeret pelaku agar bisa diadili secara transparan.
“Dari berita yang saya lihat, ada satu korban penembakan yang meninggal, yaitu seorang sopir angkot yang tertembak ketika sedang mencuci mobil di depan rumahnya di Wakal. Ya bagaimana tidak? Menurut keterangan warga aparat merengsek masuk ke desa dan mengeluarkan rentetan tembakan. Saya harap pelaku harus segera ditindak keras! Ini kenapa seperti perang dengan masyarakat sipil? Jangan lagi ada skenario-skenario yang seperti kita lihat selama ini. Penyidikan harus dilakukan secara transparan. Pihak kepolisian itu seharusnya melindungi dan mengayomi, bukan sebaliknya,” tegas Patta.
Patta kemudian menutup pembicaraan tersebut dengan berharap agar ke depannya, pengamanan terhadap kericuhan atau bentrok antar warga bisa mempergunakan prosedur tetap yang lebih mengedepankan humanisme.
“Saya sangat berharap sekali jika pengamanan itu lebih mengedepankan prinsip humanisme. Sudah terlalu banyak kejadian baik itu pengamanan demo di tahun 2019, penembakan warga sipil di Papua, Tragedi Kanjuruhan, dan sekarang ini. Kenapa to, tidak mau belajar dari kesalahan. Ini menghadapi masyarakat, bukan teroris atau penjahat,” pungkas Patta.