HomeKabar BintuniAntara Mengungkap Hasil Riset Haris dan Big Data Ala LBP

Antara Mengungkap Hasil Riset Haris dan Big Data Ala LBP

Ilustrasi Antara Mengungkap Hasil Riset Haris dan Big Data Ala LBP.

Terdapat dua isu panas yang sedang bergulir dan memantik berbagai opini di masyarakat, terutama di media sosial. Yakni wacana penundaan Pemilu oleh Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan dan berita penetapan tersangka oleh Polda Metro terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti pada hari Jumat, 18/03 yang lalu.

Ditetapkannya Haris dan Fatia sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya adalah berdasarkan laporan kepolisian yang dibuat oleh Luhut dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, pada tanggal 22 September 2021.

Laporan tersebut dibuat oleh Luhut lantaran ia merasa dicemarkan nama baiknya, selepas video youtube yang diunggah dengan judul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi – Ops Militer Intan Jaya” dimana di dalam video tersebut menampilkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai nara sumber.

Mengutip CNN Indonesia, Luhut merasa dicemarkan karena di dalam video tersebut, Haris dan Fatia menyebutkan PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha dari Toba Sejahtera Group terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua dan Luhut merupakan salah satu pemegang sahamnya.

Pada hari ini, Senin (21/03) Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti akan diperiksa di Polda Metro Jaya sebagai tersangka. Dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual pada hari Sabtu (19/03), Haris mengatakan bahwa penetapan dirinya dan Fatia sebagai tersangka merupakan kemunduran kebebasan berekspresi dalam ruang demokrasi.

“Saya dan Fatia mungkin akan ditahan oleh pihak kepolisian, bagi saya ini merupakan kebanggaan tersendiri karena ditahan oleh negara karena mengungkap kebenaran. Mungkin badan saya bisa dipenjara, tetapi kebenaran mengenai Papua tidak bisa dibelenggu,” ungkap Haris.

Haris merasa khawatir, jika cara-cara ini dipakai oleh negara dalam membungkam kebenaran, maka demokrasi hanya akan menjadi retorika semata.

“Apa yang saya ungkap di kanal Youtube bersama Fatia itu merupakan hasil riset dari 9 organisasi, ini ada semua. Malah dianggap sebagai deflamasi. Harusnya kan Pak Luhut ini membantah dengan data yang sebaliknya juga. Sekarang negara ini, pejabatnya sedikit-sedikit main UUITE, dan korbannya sudah banyak. Saya tidak akan mundur. Untuk itu, melalui kuasa hukum, kami akan lakukan praperadilan,” imbuh Haris.

Big Data Ala LBP Untuk Menunda Pemilu

Sementara itu, pada saat yang sama, masyarakat juga sedang disodorkan dengan wacana penundaan Pemilu oleh Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, karena menurutnya, berdasarkan Big Data yang dipegang olehnya, 110juta orang mendukung penundaan Pemilu.

Hal ini diutarakan oleh Luhut pada siaran podcast di kanal Youtube Deddy Corbuzier “Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 10 jutalah,” ucap Luhut dikutip dari Indozone, Sabtu (12/3/2022).

Sontak persoalan big data ala Luhut ini pun menuai kritikan dari berbagai pihak. Mengutip CNN Indonesia, Direktur Lembaga Kepemiluan dan Demokrasi PB PMII Yayan Hidayat mengutarakan bahwa klaim yang dilakukan oleh Luhut merupakan klaim tidak jelas dan merupakan penyesatan opini publik

“Jadi kita tentu makin bertanya-tanya, klaim Luhut itu datanya dari mana? Jika tidak jelas, maka ini tentu penyesatan opini publik,” kata Yayan dalam keterangan tertulis, Kamis (17/3), mengutip CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220317133019-32-772579/aktivis-mahasiswa-kritik-luhut-soal-big-data-pemilu-penyesatan-publik

Di kesempatan yang lain, Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti, Yohanes Akwan, SH., mempertanyakan ambiguitas dari ditetapkannya Haris Azhar dan Fatia dengan Big Data Ala Luhut yang tidak jelas dasarnya, yang dijadikan sebagai legitimasi untuk melempar wacana menunda Pemilu.

“Jadi apa yang disampaikan oleh LBP itu perlu dipertanyakan, sedangkan melalui pantauan Drone Emprit, seperti yang saya baca di CNN, pembicaraan mengenai penundaan Pemilu ini hanya ribuan, dan mayoritas tidak setuju. Jadi big data apa yang dipergunakan oleh LBP? Kenapa ini tidak mau diungkap ke publik?,” ungkap Akwan.

Akwan menambahkan, jika Luhut tidak bisa mempresentasikan data yang riil tentang penundaan Pemilu, maka ia bisa juga dilaporkan ke polisi oleh masyarakat karena menyebarkan berita bohong.

“Jadi begini, Big Data yang diklaim oleh LBP itu sudah dibantah juga oleh PDIP. Bahkan Hasto Krisyanto, Sekjen PDIP menantang Luhut membuktikan klaim LBP itu secara akademik. Nah sekarang bola sedang berjalan. Jika Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di dalam kanal Youtube memaparkan hasil riset temuan dari 9 organisasi bisa dijadikan tersangka, maka LBP pun jika dilaporkan oleh masyarakat, bisa saja dikenakan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 45A ayat (1), yang menyatakan: setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” tegas Akwan.

Akwan menyayangkan penetapan tersangka terhadap Haris dan Fatia dilakukan oleh Polda Metro Jaya terkesan dipaksakan.

“Karena yang melaporkan adalah seorang pejabat yang disegani, unsur privilege itu ada. Saya setuju dengan Haris dan Fatia, seharusnya apa yang mereka sampaikan itu merupakan bentuk kritik berdasarkan hasil riset lho, yang harus dijawab secara akademik pula. Mereka pegang data kan? Ya sudah, saling buka. Kenapa takut? Sedang Big Data yang diklaim Luhut, tidak mau dibuka, katanya internal dan ini dibantah sendiri, bahkan ditantang oleh Sekjen PDIP. Kita harus adil sejak dalam pikiran, apa yang disampaikan oleh LBP ini kalau tidak bisa dibuktikan telah menyesatkan publik,” pungkas Akwan.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments