Penambangan emas ilegal di Kampung Wasirawi, Kabupaten Manokwari sudah sangat meresahkan masyarakat di Papua Barat. Kegiatan tak berizin dengan menggunakan alat berat skala industri tersebut, seperti tak tersentuh hukum.
Direktur eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Sisar Matiti, Yohanes Akwan, SH., mencurigai ada tangan-tangan perpanjangan dari pemodal besar yang bermain dan mengambil keuntungan dari penambangan ilegal ini.
“Setiap aktivitas pertambangan harus memiliki izin dari dinas-dinas terkait dan dibarengi dengan analisis dampak lingkungan (AMDAL). Bupati Manokwari sudah menyatakan kalau itu kegiatan penambangan tersebut tidak berizin. Lalu pertanyaan saya, kenapa hingga kini kegiatan tersebut masih berjalan? Itu bukan masyarakat lho yang menambang, itu sudah pake eskavator dan ratusan jumlahnya. Ini kan berarti ada pemodal besar dan kuat,” kata Akwan melalui sambungan telepon pada Selasa (18/01).
Kecurigaan Akwan bukan tak beralasan. Kegiatan penambangan ilegal ini bukan hanya merugikan masyarakat adat dan pemilik ulayat, namun dampak lingkungan yang berpotensi untuk ditimbulkan bisa mengubah wajah sungai dan hutan di sekitarnya.
Dampak Lingkungan Yang Bisa Mengubah Wajah Sebuah Daerah
Menurut Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Vol, 15 No.3, 2019, 174-188 P-ISSN: 1858-3903 and E-ISSN: 2597-9272 yang dikeluarkan oleh Universitas Diponegoro, Semarang., dampak langsung yang ditimbulkan oleh penambangan ilegal ini adalah perubahan aliran sungai. Perubahan lahan dari sungai menjadi lahan tambang merupakan dampak aktivitas penambangan emas tanpa izin terhadap berubahnya aliran sungai, karena ketika arah sungai berubah maka akan merubah debit alami yang terjadi pada biasanya (Martini & Sudirman, 2017).
Hasil studi mengenai dampak lingkungan yang dilakukan dengan melakukan penelitian di Sungai Singingi, Provinsi Riau tersebut, memberikan beberapa hasil dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh penambangan emas secara ilegal.
Kerapatan vegatasi, yang berarti tingkat kesuburan tanaman pada area pertambangan secara langsung. Hasil studi tersebut menunjukkan daun-daun yang menguning dan kering pada sekitar area operasi penambangan. Yang berarti kerusakan pertumbungan tanaman terjadi secara langsung akibat dari kegiatan ini.
Tailing, atau bahan sisa atau limbah dari hasil ekstraksi bahan tambang baik berupa pasir, tanah maupun batuan. Pada sisaan limbah ini terdapat bahan kimia yang dipergunakan untuk melakukan penambangan, kandungan logam berat seperti Cd, Hg, Pb, As yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan (Abadi, 2009).
Audit Harus Segera Dilakukan
Menurut Akwan, pembiaran terhadap aktivitas ini merupakan bentuk pembodohan publik yang dilakukan oleh para pemangku kekuasaan. Lazimnya, dengan kegiatan ilegal yang begitu masif dilakukan secara terang benderang dan diketahui, maka tim audit harus dibentuk untuk segera menyegel aktivitas tersebut.
“Jangan ada pembiaran terhadap aktivitas pertambangan ilegal. Kalau tidak ditindak, maka patut dicurigai pemodal atau pebisnis di belakang kegiatan ini. Atas nama hukum, maka jangan ada pengecualian, semua harus ditindak. Negara jangan mempertontonkan sesuatu yang jelas di depan mata mereka dan membiarkan. Ini membodohi masyarakat namanya. Bupati segera bentuk tim untuk menyegel aktivitas tersebut. Mau jendral sekalipun di hadapan hukum semua orang sama,” Pungkas Akwan.