Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan dalam laporannya terdapat 1.182 kasus kekerasan di Papua dilakukan TNI/Polri dan OPM/KKB dalam kurun waktu 2020-2021.
Dari jumlah kasus tersebut, laporan berjudul “Gold Rush” oleh Amnesty International mengungkap adanya kasus pembunuhan di luar hukum, termasuk terhadap anak-anak, penghilangan orang, penyiksaan, serta pemindahan paksa sekitar 5.000 warga dalam kurun April-November 2021.
Diperkirakan sekitar 60.000 hingga 100.000 orang Papua mengungsi akibat kekerasan yang terus meningkat sejak kasus penembakan pekerja Trans Papua di Nduga pada Desember 2018. Atas hal ini, Tiga pakar dari pemegang amanat prosedur khusus (SPMH) Dewan HAM PBB mendesak pemerintah Indonesia menindaklanjuti permintaan Pelapor Khusus HAM PBB untuk membuka akses bantuan kemanusiaan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Esegem, menyayangkan kondisi faktual Papua. Ia mengatakan bahwa bantuan kemanusiaan akan sulit masuk lantaran pembatasan akses oleh aparat.
“Saya sudah cek di Yahukimo, akses itu dibatasi aparat. Akhirnya bantuan pengungsi tidak bisa masuk, termasuk di Pegunungan Bintang, pesawat dihalang. Pembela HAM tidak bisa masuk,” kata Theo mengutip BBC.
“Saya pikir ini ada tim independen, yang memang bebas mengakses, bertemu dengan pengungsi tanpa dibatasi aparat sehingga kita tahu persis bagaimana kondisi pengungsi. Kita tidak tahu selama ini pengungsi itu berapa yang meninggal di hutan, berapa yang sakit, berapa yang meninggal karena lapar?” imbuhnya.
Hal ini juga termasuk pembatasan pengumpulan informasi oleh kelompok pegiat HAM terkait dugaan kekerasan. Direktur Lembaga Studi dan Advokasi HAM (ELSHAM) Papua, Matheus Adadikam membenarkan hal tersebut.
Salah satu poin yang menjadi sorotan PBB dalam kasus kekerasan di Papua adalah pembatasan akses oleh aparat. Menurut ahli PBB, terdapat laporan yang masuk ke PBB bahwa bantuan kemanusiaan untuk pengungsi dihalangi oleh pihak berwenang.
Terkait hal tersebut, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebutkan bahwa terdapat 480 kasus kekerasan berkaitan dengan aparat kepolisian dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.
“Berdasarkan data penanganan kasus di Bidang Pemantauan dan Penyelidikan tahun 2020-2021, tercatat 480 kasus atau 41,31 persen dari total 1.182 kasus yang ditangani terkait dengan pelaksanaan kerja-kerja anggota Polri,” kata Anam mengutip CNN.
Ia melanjutkan bahwa setidaknya terdapat total 71 kasus dengan rincian sebagai berikut: penyiksaan 45 kasus, intimidasi 6 kasus, penangkapan sewenang-wenang 35 kasus, penahanan sewenang-wenang 18 kasus, penanganan lambat 162 kasus, kriminalisasi 57 kasus, dan kematian tahanan 11 kasus.
“Fokus hasil pengamatan dan analisis situasi pelanggaran HAM terkait kekerasan negara pada tindakan institusi dan anggota Polri, khususnya penggunaan kekerasan, penyiksaan, dan kematian tahanan,” ucap Anam.
“Rekomendasi kami, agar pembenahan sistem pengawasan khususnya di unit reserse kriminal dan perawatan tahanan dengan kelengkapan CCTV, perbaikan fasilitas sel rutan, serta memastikan penegakan sanksi hukum hingga pidana terhadap anggota Polri yang terbukti bersalah,” imbuhnya.
Sumber:
Redaksi BBC. 2022. Kekerasan di Papua: Pegiat benarkan akses bantuan ‘dibatasi aparat’, penyangkalan Indonesia ‘harus dibuktikan lewat penyelidikan independen’. BBC edisi 4 Maret 2022.
Redaksi CNN. 2022. Komnas HAM Catat 480 Kasus Kekerasan di Papua oleh TNI, Polri & KKB. CNN edisi 17 Januari 2022.