Manokwari – Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Domberay telah menandatangani dan menyerahkan Surat Kuasa Khusus kepada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap ketidakadilan dalam pengelolaan dana Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang seharusnya memberikan manfaat kepada masyarakat adat di Papua.
Wakil Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai, Ronald Kondjol, menyatakan bahwa wilayah Doberai mencakup dua wilayah administrasi, yakni Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya. “Kami berharap Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Jangan hanya menjadikan mereka sebagai objek, tetapi harus ada manfaat yang nyata yang diperoleh masyarakat adat melalui hutan adat mereka,” ujar Kondjol.
Menindaklanjuti mandat tersebut, YLBH Sisar Matiti melalui Wakil Direktur YLBH, Zainuddin Patta, SH., menyatakan akan mengambil langkah hukum terkait Surat Edaran Nomor SE.1 Tahun 2024 tentang Penyaluran dan Pemanfaatan Dana RBP REDD+ for Result periode 2014-2016 Green Climate Fund Output 2 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kami menilai bahwa selama ini program REDD+ tidak memberikan keadilan bagi masyarakat adat yang memiliki dan menjaga hutan di Tanah Papua. Masyarakat yang telah berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca tidak mendapatkan manfaat dari dana tersebut. Mereka hanya dijadikan objek, tanpa rasa keadilan yang seharusnya mereka terima,” jelas Zainuddin.
Zainuddin juga menambahkan bahwa hingga saat ini, pengelolaan dana REDD+ oleh kementerian terkait dan pemerintah daerah tidak pernah disampaikan secara transparan kepada masyarakat adat, padahal mereka memiliki peran penting dalam menjaga, mengelola, dan melestarikan hutan.
Berdasarkan hal tersebut, YLBH Sisar Matiti sebagai kuasa hukum masyarakat adat akan menempuh langkah-langkah hukum yang tepat dan bermanfaat bagi masyarakat adat. “Kami akan mengeluarkan surat teguran hukum kepada pemerintah daerah dan pusat, serta menyurati negara-negara donor yang menikmati karbon yang dihasilkan dari hutan Indonesia, khususnya Papua,” tegas Zainuddin.
Melalui pernyataan ini, YLBH Sisar Matiti mendesak Pemerintah Daerah Papua Barat dan Papua Barat Daya untuk memastikan mekanisme distribusi dana dilakukan secara adil dan transparan, langsung kepada masyarakat adat. “Masyarakat adat seharusnya menjadi penerima manfaat utama dari dana tersebut, bukan hanya pemerintah atau lembaga non-pemerintah,” pungkasnya.