Sorong, 31 Agustus 2024 – Isu keaslian identitas Orang Asli Papua (OAP) menjadi sorotan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Papua Barat dan Papua Barat Daya, di mana berbagai pihak mengkritisi latar belakang para kandidat, khususnya terkait dengan keaslian tanah adat mereka. Thomas Baru, seorang tokoh Pemuda dan pemerhati sosial politik di Papua Barat Daya, mengangkat isu ini dalam wawancara eksklusif yang mengungkapkan kegelisahannya terhadap beberapa pasangan kandidat yang berlaga dalam Pilkada.
Thomas memulai kritiknya dengan menyoroti pasangan Bernard Sagrim dan Sirajudin Bauw. Ia mempertanyakan asal-usul wakil dari pasangan ini, yang menurut rumor, bukanlah berasal dari Papua tetapi dari Seram Timur. “Perlu juga kita kritisi, siapa itu wakil yang mendampingi Bernard Sagrim dan Sirajudin Bauw? Dimana tanah adatnya? Apakah dia itu orang Papua? Atau yang kami dengar, dia berasal dari Seram Timur?” ungkap Thomas dengan penuh kecurigaan.
Kritikan ini bukanlah yang pertama kali dilontarkan, namun Thomas merasa perlu untuk kembali menyoroti isu ini agar masyarakat mendapatkan kepastian mengenai keaslian wakil yang akan mewakili mereka di pemerintahan. “Kalau dia adalah orang asli Papua, dimana tanah adatnya? Apakah dia memiliki akar yang kuat di Papua Barat dan Barat Daya, atau sekadar orang yang diklaim sebagai OAP tanpa bukti yang jelas?” lanjut Thomas dengan tegas.
Tidak hanya pasangan Sagrim-Bauw yang menjadi sorotan. Thomas juga mengkritisi pasangan Dominggus Mandacan dan Muhamat Lakotani. Ia mempertanyakan keaslian Lakotani sebagai OAP dan kejelasan tanah adat yang dimiliki. “Hal yang sama juga seperti wakil dari Dominggus Mandacan yaitu Muhamad Lakotani. Apakah dia orang Kaimana? Dimana tanah adatnya? Apakah dia benar-benar memiliki akar yang kuat di Kaimana, atau hanya sekadar klaim tanpa dasar?” tanya Thomas, memperlihatkan keprihatinannya.
Isu ini, menurut Thomas, bukan hanya masalah administratif atau formalitas semata, tetapi menyangkut kepercayaan dan representasi masyarakat Papua. “Apakah mereka itu harus digugurkan? Atau apakah mereka layak melanjutkan kampanye? Ini bukan tentang menghalangi mereka, tetapi tentang kejujuran dan transparansi yang harus ada dalam setiap proses demokrasi,” tegas Thomas.
Lebih jauh, Thomas mengingatkan bahwa perdebatan ini bisa berkembang menjadi isu yang lebih luas, bahkan menimbulkan kegaduhan sosial yang berdimensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) jika tidak disikapi dengan bijak. “Perlu melihat secara obyektif agar tidak memunculkan perdebatan diskriminasi yang memunculkan kegaduhan berdimensi pelanggaran HAM,” jelasnya.
Thomas menekankan pentingnya pendekatan yang adil dan objektif dalam menilai keaslian identitas para kandidat. Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak terjebak dalam klaim-klaim yang tidak jelas asal usulnya. “Kita harus melihat ini dengan mata yang terbuka dan hati yang jernih. Jangan sampai isu ini menjadi alat untuk memecah belah masyarakat Papua,” ungkapnya penuh harap.
Menurut Thomas, isu keaslian identitas ini bukanlah hal yang sepele, tetapi sebuah masalah yang bisa memengaruhi kestabilan politik dan sosial di Papua Barat dan Papua Barat Daya. Ia mengajak semua pihak untuk berpartisipasi dalam diskusi ini, dengan tujuan menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi yang sedang berjalan. “Kita harus menghindari prasangka dan diskriminasi yang dapat merusak tatanan sosial kita. Demokrasi hanya akan berjalan dengan baik jika semua pihak terlibat dalam proses yang jujur dan adil,” tutup Thomas.
Kritik Thomas ini diharapkan bisa menjadi pemicu bagi Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk lebih teliti dan adil dalam memverifikasi keaslian identitas dan latar belakang para kandidat. Dengan demikian, proses demokrasi bisa berjalan dengan baik, tanpa menimbulkan kegaduhan atau konflik yang merugikan masyarakat karena ada sentimen-sentimen tertentu.
Pernyataan Thomas ini membuka ruang bagi diskusi lebih lanjut mengenai isu representasi dan identitas dalam Pilkada di Papua Barat dan Barat Daya. Di tengah tuntutan untuk menjaga kedamaian dan keadilan di Papua, harapan besar tertuju pada transparansi dan integritas dalam setiap langkah yang diambil oleh pihak berwenang. Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah bagaimana memastikan bahwa suara dan keinginan masyarakat benar-benar terwakili oleh kandidat yang memang memiliki akar yang kuat di tanah Papua.