HomeKabar BintuniSurat Terbuka Tentang Covid

Surat Terbuka Tentang Covid

Surat Terbuka oleh Origenes Nauw.

Belakangan ini, masyarakat dihadapkan pada pilihan yang sungguh dilematis, terkait bagaimana bersikap terhadap pandemi covid 19 yang terus bermutasi melebihi 700an varian.

Pemerintah terus melakukan berbagai langkah dan kebijakan untuk mengendalikan penyebaran pandemi covid, agar tidak menjadi masif dan mengorbankan begitu banyak masyarakat.

Opsi strategis pamungkas pemerintah di seluruh dunia, termasuk indonesia saat ini adalah mengimbau bahkan “memaksa” masyarakat untuk segera mengikuti vaksinasi. Hal ini bisa membantu dalam memperkuat imun tubuh sebagai senjata penangkal serangan covid. Selain itu masyarakat “dipaksa” untuk disiplin prokes dan 3T.

Hal ini menurut pemerintah penting untuk dilakukan agar bisa mencapai target minimal yang ditentukan oleh WHO dalam mencapai herd imunnity atau kekebalan komunal, yang mencakup 70% dari total jumlah penduduk suatu negara.

Serentak dengan itu, banyak masyarakat yang telah datang untuk divaksin, meskipun secara umum keadaan mereka baik-baik saja. Kendatipun ada kasus dimana beberapa orang yang sudah divaksin bahkan dua kali bisa terpapar covid dan meninggal, ada yang sekali divaksin bbrp saat kemudian kejang dan meninggal. Kasus ini tidak hanya terjadi di pulau Jawa saja tetapi juga di Tanah Papua.

Sejak gerakan vaksinasi ini dimulai, terhembus kabar via media informasi, baik itu mainstream dan media sosial, bahwa diduga kuat vaksinasi merupakan program yang digagas oleh elit global demi kepentingan bisnis. Bukan hanya itu, vaksinasi bahkan dipropagandakan sebagai program sang lucifer atau dajjal sebagaimana yang ditulis di dalam Alkitab dan AlQuran.

Hasilnya, masyarakat menengah dan akar rumput menjadi apriori terhadap program vaksinasi. Mereka menjadi stres, dan paranoid. Inilah kenapa muncul gerakan menolak vaksinasi yang sudah dilakukan di Kota Ambon dan juga beberapa kelompok di Tanah Papua, yang juga ikut menolak, namun memang belum sampai semasif demo penolakan di Kota Ambon.

Pemerintah semakin kalut, karena kebijakan PPKM Darurat yang baru berjalan tida minggu di bulan Juli ini, meskipun relatif bisa mengendalikan laju penyebaran Covid-19, namun ekonomi nasional mengalami pelambatan.

Hal ini berdampak pada daya beli masyarakat yang menurun, serta pertumbuhan ekonomi yang ikut terimbas, sehingga neraca menjadi tidak seimbang. Bisa saja, kemudian pemerintah harus membuat hutang baru lagi.

Yang menjadi persolan mendasar yang bisa saya lihat adalah, kurangnya sosialisasi yang baik mengenai Covid. Hal ini perlu, agar masyarakat bisa bersikap lebih positif dan mau berperan aktif terhadap upaya pemerintah dalam mengendalikan penyebaran Covid ini.

Masyarakat pada umumnya sudah hidup susah, jadi jangan dibuat lebih susah dengan cara menakut-nakuti seperti yang lazim kita lihat pada media-media nasional.

Mengapa India, China dan Brazil yang dahulu parah terimbas akan penyebaran Covid bisa cepat dikendalikan? Ini karena mereka tidak menakut-nakuti masyarakat, tetapi justru mengajak masyarakat secara persuasif untuk bersama memerangi Covid.

Indonesia apalagi di Tanah Papua, khususnya Papua Barat, nampak jelas sekali pemerintah yang terlalu sibuk, sementara masyarakat malas tau bahkan tidak sedikit yang kepala batu. Jadi pemerintah kalau mau masyarakat partisipatif, pakailah metodologi komunikasi yang tepat melalui perangkat pemerintah yang terdepan seperti rt/rw supaya mudah dikontrol.

Semua bantuan pemerintah untuk masyarakat itu disalurkan dengan baik melaui rt/rw, tokoh agama, tokoh masyarakat. Begitu pula kalau mau buat tracing, testing, dan treatment. Kalau dilakukan pada tingkatan rt/rw, maka akan lebih mudah.

Pemerintah provinsi jang kam sibuk bagi-bagi sembako secara simbolis, buat berita viral untuk cari popularitas atau untuk kepentingan laporan kepada pemerintah pusat, tapi berikan kepercayaan kepada masing-masing kepala daerah kabupaten dan kota untuk mengatur distribusi barang bantuan pemrnth pusat atau yang dianggarkan pemerintah provinsi dalam APBD provinsi.

Hal ini untuk memastikan warga yang terlayani atau yang belum terlayani, sebagai bentuk efisiensi. 

Dari pengamatan, dana bantuan yang digelontorkan pemerintah pusat di masa pandemi covid, tidak kurang. Tetapi penggunaan dan pengelolaannya yang belum transparan, juga cenderung tidak efisien. Pola pendekatan Pemprov Papua Barat dalam distribusi hak warga yang dijamin oleh undang-undang, baik itu uang atau sembako belum efektif.

Mayoritas masyarakat di Tanah Papua hari ini masih bingung apakah mau ikut divaksin atau tidak mau divaksin, soalnya orang besar yang pintar-pintar diatas bilang harus divaksin supaya tidak terjadi depopulasi, tetapi ada orang besar juga yang bilang kalau divaksin tinggal hitung waktu saja untuk terjadi depopulasi (penduduk berkurang karena meninggal dunia).

Kita saat ini benar-benar ada dalam masa yang sulit, sampe mau ambil keputusan untuk vaksin saja jadi pusing tujuh keliling. Ya jadinya pilihan kembali kepada setiap orang atau keluarga (Choice is yours).

#Salam sehat,tetap semangat, ora et labora, badai covid pasti berlalu.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments