Papua Barat Daya, 13 November 2024 — Surat dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Papua Barat Daya (PBD) bernomor 541/PM.00.01/K.PBD/11/2024, tertanggal 12 November 2024, memicu kontroversi. Surat tersebut berisi imbauan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membatasi alat peraga kampanye (APK) pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Abdul Faris Umlati (AFU) dan Petrus Kasihiw. Namun, surat ini dianggap ambigu dan bertentangan dengan keputusan hukum yang telah dikeluarkan sebelumnya.
Bawaslu Papua Barat Daya sebelumnya telah mengeluarkan rekomendasi bernomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 yang menyatakan adanya pelanggaran administrasi oleh AFU tanpa mencabut status pasangan calon Abdul Faris Umlati dan Petrus. Sementara itu, Keputusan KPU Papua Barat Daya Nomor 105 Tahun 2024 hanya menyebutkan pelanggaran oleh AFU, tetapi tidak memutuskan pembatalan pasangan calon. Dengan demikian, pasangan AFU dan Petrus tetap berhak mengikuti tahapan pemilu, termasuk kampanye, sesuai jadwal resmi yang diatur dalam Surat KPU PBD Nomor 95 Tahun 2024 serta hak kampanye yang diberikan dalam Surat KPU Nomor 442/HK.06.4-DS/96/2.2/2024, sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.
Menurut Yohanes Akwan, SH., MAP., dari tim kuasa hukum pasangan ARUS, surat imbauan terbaru dari Bawaslu PBD menunjukkan ketidakkonsistenan yang berpotensi membingungkan masyarakat dan memicu risiko konflik sosial. “Bawaslu seharusnya memperhatikan asas-asas hukum yang berlaku dalam penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah dan jangan sampai salah tafsir dalam penerapan peraturan, karena ini bisa berdampak pada kestabilan sosial jelang Pilkada Papua Barat Daya yang akan digelar pada 27 November 2024,” ujar Akwan.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Pasal 65 Ayat 1 dan 2, yang mewajibkan penghormatan terhadap prosedur hukum dalam proses pemilu, keputusan Bawaslu yang melampaui rekomendasi sebelumnya dinilai tidak memiliki dasar kuat, terutama karena status hukum pasangan calon AFU dan Petrus belum dibatalkan.
Tim kuasa hukum ARUS berharap agar Bawaslu dapat lebih profesional dan akurat dalam mengeluarkan surat atau imbauan. Ketidakkonsistenan dalam penegakan hukum pada momen krusial menjelang pemilu berpotensi merusak kepercayaan publik dan menciptakan ketegangan di tengah masyarakat.