Polemik pembangunan landasan roket atau bandara antariksa di Biak bukanlah hal baru. Tahun 2006 lalu, masyarakat Biak sudah melakukan penolakan atas niatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) membangun fasilitas tersebut.
Menurut warga, keputusan tersebut dinilai sebagai Langkah Sepihak yang tidak memikirkan dampak pada lingkungan dan penduduk lokal. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Forum Peduli Kawasa Byak, Maichel Awom, mengutip dari BBC.
Ia menyebut bahwa belum ada sosialisasi yang memuat dampak pembangunan fasilitas antariksa tersebut. Awom meminta agar pemerintah memberikan ruang terbuka antara warga dan pihak yang hendak membangun bandara antariksa.
“Sehingga di dalam itu, kalau pemerintah mau bangun ini buka ruang duduk dengan semua masyarakat biak, baik dewan adat, semua komponen, baru kita bicara. Tidak bisa ambil keputusan sepihak,” ujar Maichel.
Terkait hal tersebut, kekhawatiran warga akan dampak negatif bandar antariksa dijelaskan oleh Dosen dan peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, Irma H Hanafi. Menurutnya, ada banyak dampak, baik negatif maupun positif.
Dampak positifnya, fasilitas ini mampu menghasilkan nilai ekonomi dan teknologi bagi masyarakat Biak. Pemerintah dan masyarakat Biak akan mendapatkan nilai investasi yang besar dari pengembangan fasilitas tersebut.
Namun, proyek ini tak lepas dari dampak negatif. Salah satu di antaranya adalah dampak sosial dan lingkungan. Ada kemungkinan dalam peluncurannya, serpihan roket yang jatuh akan menimpa warga. Parahnya, korban kejadian tersebut tidak akan menerima ganti rugi.
Irma menjelaskan dalam makalahnya bahwa dalam ketentuan Pasal VII bagian (a) Liability Convention 1972 menyebutkan tidak akan ada tanggung jawab internasional terhadap warga negara peluncur. Dalam hal ini warga negara Indonesia, khususnya Biak.
Selanjutnya adalah dampak sosial bagi penduduk Biak. Irma menyebut warga Biak akan tersisihkan dari tanahnya sendiri. Hal ini lantaran pemindahan warga itu wajib untuk kepentingan keselamatan mereka.
LAPAN Soal Pembangunan Bandar Antariksa: Tak Ada Penolakan dengan Alasan Kuat
Mengutip BBC, pihak LAPAN mengatakan bahwa saat ini belum melihat adanya penolakan dengan alasan yang kuat. Kepala Biro Kerja Sama, Hubungan Masyarakat dan Umum, LAPAN, Chris Dewanto, menyebut tidak berhak menanggapi jika ada penolakan secara politis.
Lebih lanjut, Chris menyebut bahwa LAPAN memiliki tanah di Desa Saukobye, Distrik Biak, seluas 100 hektare sejak tahun 1980-an. Ia menyebut hal ini termasuk dalam rencana strategi LAPAN yang termaktub dalam Undang Undang No. 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan.
Pihak LAPAN mengaku bahwa pemerintah daerah dan DPRD sudah menyetujui pembangunan bandar antariksa. Selain itu, Kpala Balai Kendali Satelit, Pengamatan Antariksa dan. Atmosfer, dan Penginderaan Jauh di Biak, Dian Yudistira, mengatakan bahwa mereka telah melakukan sosialisasi 3 kali kepada masyarakat.
Nantinya, Biak akan menjadi tempat peluncuran roket besar. Hal ini lantaran satu-satunya bandar antariksa LAPAN, yakni Pantai Cilauteureun Cikelet Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat, tidak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.
Di sisi lain, Biak memiliki potensi untuk sekadar meluncurkan roket besar. Pertama, lokasinya sepi penduduk. Sehingga, risiko kerugian yang menimpa penduduk akan lebih kecil.
Kedua, lokasi yang strategis karena berada pada garis khatulistiwa. Biak terletak pada titik koordinat 0º55′-1º27′ Lintang Selatan (LS) dan 134º47′-136º48 Bujur Timur (BT). Menurut Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin, posisi tersebut, merupakan posisi yang sangat baik.
Salah satunya, posisi tersebut mampu menghemat penggunaan bahan bakar.
“Kalau dekat ekuator, peluncuran untuk membawa satelit bisa ke berbagai arah, jadi bisa arah polar, dan yang jarang bisa dilakukan itu arah ekuatorial. Dan kalau diluncurkan dari ekuator akan lebih murah biayanya karena tidak perlu ada manuver untuk mengubah orbitnya,” kata Djamal mengutip Jubi.
Sumber:
Mampioper, Dominggus. 2021. Bandar Antariksa di Biak dan dampaknya bagi masyarakat setempat. Jubi edisi 10 Maret 2021.
Redaksi. 2021. Proyek peluncuran roket di Biak-Papua dinilai penting tapi masih ditolak masyarakat, apa masalahnya? BBC Indonesia edisi 23 Maret 2021.