Pasar pun dapat menjadi situs budaya bagi masyarakat Papua. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yoseb Boari, pasar merupakan etalase budaya yang memperlihatkan dinamika kehidupan masyarakat Papua, khususnya dalam bidang ekonomi.
Warisan budaya yang melekat pada pasar-pasar di Papua adalah pasar untuk mama-mama asli Papua. Di sana, mama-mama Papua menjajakan berbagai macam hasil bumi yang sudah mereka kelola sendiri. Inilah yang menjadi identitas mereka.
“Etnik Papua dengan seluruh potensi sumber daya alamnya menjadi sumber kehidupan sekaligus sumber permasalahan dalam dinamika kehidupan mereka,” tulis Yoseb dalam penelitiannya.
Dalam penelitiannya, Yoseb menyebut pengelolaan hasil bumi sebagai identitas masyarakat Papua. Sumber potensi alam menjadi hak milik dikelola dan dimanfaatkan untuk kehidupan diri sendiri dan masyarakat. Inilah yang membuat pasar ia sebut sebagai etalase budaya.
Selain itu, warisan budaya terletak pada metode perdagangan mama-mama di pasar. Mulai dari cara yang tradisional hingga modern.
Berdasarkan penelitian tersebut, terdapat 3 metode dagang yang dilakukan oleh mama-maka Papua. Pertama, menjual hasil kebun sendiri. Menurut Yoseb, ini adalah upaya masyarakat, khususnya mama Papua, memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Metode kedua adalah dengan menjual komoditi kebun yang sudah dibeli. Cara kedua ini membutuhkan modal usaha untuk memperoleh barang dagangan. Metode ini merupakan bentuk perkembangan dalam metode tradisional yang memanfaatkan hasil bumi sendiri.
Menurut Yoseb, metode ini merupakan menggeser kontribusi kebun sendiri sebagai modal dagang. Namun, metode ini punya peluang bersaing yang lebih tinggi. Biasanya, mereka yang menggunakan metode kedua ini merupakan mama-mama yang punya pengalaman banyak di dalam kegiatan jual beli pasar.
Metode ketiga adalah campuran dari metode pertama dan kedua. Yoseb menyebut metode ini merupakan bentuk adaptasi mama-mama Papua dalam persaingan perdagangan pasar.
Pasar Modern Rufei: Dukungan Pemerintah Bagi Mama-mama Sorong
Tanggal 19 April 2021 Wali Kota Sorong, Drs.Ec.Lambert Jitmau, MM., meresmikan Pasar Modern Rufei. Namun, pasar tersebut bukanlah pasar biasa, melainkan bentuk dukungan pada mama-mama asli Papua yang berdagang di pasar.
“Mereka di sana biar mereka sampaikan aspirasi sesuai dengan mereka punya keinginan. Kalau saya punya saudara-saudara non Papua ini gampang. Tapi saya lihat dan bersyukur karena ada los-los atau lapak yang ada,” ungkap Wali Kota Sorong, mengutip tritonpbnews.
Pasar tersebut dilengkapi fasilitas yang baik sehingga para pedagang tak perlu lagi kehujanan kala hujan. Pasar modern dilengkapi los engamn tembok dan atap yang apik. Kemudian, terdapat parkiran yang rapi untuk para pengunjung.
Pemerintah menjamin tidak ada diskriminasi dan pengelompokan khusus yang kerap terjai di pasar. Misalnya, lapak tertentu milik kelompok tertentu karena dibangun oleh mereka.
Lapak di pasar ini pemerintah yang bangun, karena itu tidak boleh siapa-siapa yang bangun, misalnya kelompok A, kelompok B, asosiasi dan lain sebagainya. Tidak boleh bawa kelakuan dari Pasar Sentral Remu ke Pasar Modern,” ujarnya.
Kehadiran pasar modern Rufei juga merupakan bentuk dukungan kepada mama-mama pasar Papua. Sejauh ini, pedagang pasar asli Papua kerap tidak mendapatkan perhatian yang baik dari pemerintah. Pedagang non-Papua lah yang lebih menguasai pasar.
Dengan begitu, dukungan kepada mama-mama Papua dalam sektor perdagangan sama saja menjaga warisan budaya mereka.
Sumber:
Boari, Yoseb. 2014. Studi Pada Pedagang Mama-mama Asli Papua di Pasar Remu Kota Sorong. Satya Wacana University Press.
Tritopbnews. 2021. Pasar Modern Rufei Kota Sorong Diresmikan 19 April. Tritonpbnews edisi 10 April 2021.