Teluk Bintuni, 11 Oktober 2024 – Tim Kuasa Hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya, Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw (ARUS), menanggapi pernyataan kandidat gubernur Elisa Kambu yang menyerukan agar masyarakat Papua jangan membuang hak kesulungannya dengan memilih pemimpin asli Papua. Pernyataan Kambu dinilai sebagai bentuk kampanye dengan politik identitas yang tidak relevan dan merugikan proses demokrasi.
“Kami harus menegaskan bahwa memilih pemimpin tidak boleh didasarkan pada latar belakang kesukuan atau asal daerah semata, tetapi pada rekam jejak pembangunan dan komitmen mereka terhadap kemajuan masyarakat,” ujar Yohanes Akwan, SH., MAP., Tim Kuasa Hukum ARUS, dalam wawancara eksklusif. “politikidentitas seperti ini tidak hanya bertentangan dengan prinsip demokrasi, tetapi juga melanggar aturan pemilu yang melarang segala bentuk kampanye hitam dan provokatif.”
Prestasi ARUS: Bukti Nyata Kepemimpinan yang Berorientasi Pembangunan
Yohanes Akwan juga menekankan bahwa pasangan Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw memiliki prestasi yang solid selama menjabat sebagai Bupati Raja Ampat dan Bupati Teluk Bintuni.
“Abdul Faris Umlati selama masa kepemimpinannya sebagai Bupati Raja Ampat berhasil meningkatkan sektor pariwisata yang membawa dampak signifikan terhadap ekonomi lokal. Di bawah kepemimpinannya, Raja Ampat dikenal secara internasional sebagai destinasi ekowisata, dengan infrastruktur yang dibangun untuk mendukung keberlanjutan lingkungan,” jelas Akwan. “Selain itu, ia juga memastikan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal melalui berbagai program pembangunan ekonomi berbasis lingkungan.”
Sementara itu, Petrus Kasihiw, selama menjabat sebagai Bupati Teluk Bintuni, berfokus pada peningkatan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. “Petrus Kasihiw berhasil membangun akses jalan yang menghubungkan berbagai distrik terpencil dengan pusat kota, serta memperbaiki fasilitas kesehatan dan pendidikan untuk masyarakat Bintuni. Tak hanya itu, ia juga mendorong adanya kolaborasi dengan BP Tangguh untuk program tanggung jawab sosial perusahaan yang berdampak langsung pada masyarakat,” lanjut Akwan.
Politik Identitas dan Dampaknya pada Demokrasi
Yohanes Akwan menegaskan bahwa kampanye dengan politik identitas seperti yang disampaikan Elisa Kambu pada video yang viral harus dihentikan dan dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). “Menurut Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, setiap pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang melakukan kampanye yang bersifat provokatif, menghasut, atau diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan (SARA),” terang Akwan.
“Kampanye identitas semacam ini bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi merusak kebinekaan dan harmoni sosial yang selama ini kita jaga di Papua Barat Daya,” tegasnya. “Kami sudah mempertimbangkan untuk melaporkan tindakan ini ke Bawaslu agar ada sanksi yang tegas terhadap kampanye yang merusak tatanan demokrasi dan kedamaian di Papua.”
Menjaga Pemilu yang Bersih dan Berbasis Prestasi
Akwan mengakhiri dengan mengajak masyarakat Papua Barat Daya untuk memilih berdasarkan rekam jejak pembangunan yang telah nyata dilakukan oleh Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw. “ARUS hadir dengan bukti nyata hasil pembangunan yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Kami percaya bahwa Papua Barat Daya membutuhkan pemimpin yang mampu bekerja nyata, bukan hanya berdasarkan asal-usul,” pungkasnya.
Dengan harapan akan adanya pemilu yang bersih dan berintegritas, Akwan juga mengingatkan pentingnya peran masyarakat untuk ikut serta mengawasi proses kampanye agar tidak ada kampanye hitam yang merusak nilai-nilai demokrasi.