Manokwari – Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti, Yohanes Akwan, S.H., MAP, mendesak Gubernur Papua Barat untuk segera menarik kembali Surat Perintah Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat Nomor 800.1.3.3/16/PB/2025 yang diterbitkan pada 2 Juni 2025.
Menurut Akwan, surat tersebut sarat cacat prosedur dan menimbulkan ambiguitas hukum, sehingga berpotensi menimbulkan sengketa tata usaha negara (TUN) di kemudian hari.
“SK Plt ini jelas cacat prosedur. Tidak ada SK pemberhentian resmi terhadap Kepala Dinas Perhubungan yang lama, sementara di saat bersamaan Gubernur justru mengirim surat pengusulan mutasi Albert Nakoh ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini membingungkan – status jabatannya apakah sudah berhenti, dimutasi, atau masih menjabat?” tegas Akwan di Manokwari, Senin (28/7).
Akwan menjelaskan, dalam surat Plt tersebut bahkan disebutkan bahwa Pelaksana Tugas tidak berwenang mengambil keputusan strategis yang berdampak pada perubahan status hukum, organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
“Ini aneh. Kepala Dinas Perhubungan adalah jabatan strategis. Kalau Plt tidak boleh mengambil keputusan penting, lalu siapa yang akan memimpin dan bertanggung jawab penuh? Ini menciptakan kekosongan kewenangan di instansi penting,” lanjutnya.
Lebih jauh, Akwan menilai penerbitan SK ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Surat Edaran BKN No.1/SE/2021 yang dijadikan rujukan, kata dia, tidak memberi legitimasi kuat bagi penunjukan Plt untuk jabatan kepala dinas tanpa prosedur pemberhentian dan pengangkatan yang sah.
“Ini jelas-jelas cacat administrasi. Jika dijadikan dasar kebijakan, surat ini berpotensi digugat di PTUN,” ujarnya.
Respons Pemprov Papua Barat
Sementara itu, polemik jabatan ganda ini sebelumnya telah direspons Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani (Mola). Dalam keterangannya yang dikutip dari Orideknews, Mola menegaskan bahwa proses seleksi terbuka hanya mencakup 17 OPD dan tidak termasuk Dinas Perhubungan.
“Artinya, pejabat definitif Dinas Perhubungan memang belum ditetapkan. Posisi itu sementara diisi oleh Plt, namun pemerintah provinsi akan segera menuntaskan penetapan pejabat definitif sebagai bagian dari penataan birokrasi,” jelasnya.
Lakotani menambahkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk segera mengisi jabatan definitif di OPD yang saat ini masih dipimpin oleh Plt, termasuk yang kosong karena pejabat sebelumnya telah memasuki masa pensiun.
Minta Gubernur Segera Cabut SK
Atas dasar itu, YLBH Sisar Matiti mendesak agar Gubernur Papua Barat segera menarik SK Plt tersebut dan menempuh jalur hukum yang benar dalam penunjukan pejabat pengganti.
“Prosesnya harus jelas. Pertama, keluarkan dulu SK pemberhentian kepala dinas lama. Kedua, selesaikan status mutasi. Kalau butuh pengganti sementara, tunjuk saja Pelaksana Harian (Plh) dulu, bukan Plt. Jangan sampai langkah administratif yang salah justru menimbulkan masalah hukum baru,” tegas Akwan.
Ia menutup pernyataannya dengan mengingatkan Gubernur Papua Barat agar lebih berhati-hati dalam menerbitkan dokumen resmi yang berdampak pada tata kelola pemerintahan.
“Ini soal kepastian hukum dan tata kelola pemerintahan yang baik. Jangan sampai SK seperti ini menjadi preseden buruk dan merugikan masyarakat Papua Barat,” pungkasnya.