Teluk Bintuni – Kasus dugaan penggelapan dana nasabah kembali mencuat di Teluk Bintuni, Papua Barat, setelah seorang warga, Ibu Iri, kehilangan dana simpanannya yang mencapai lebih dari Rp200 juta di rekening Bank BNI Cabang Teluk Bintuni. Dana tersebut diduga raib karena adanya pendebetan tanpa persetujuan dari rekening korban ke rekening giro internal milik BNI pusat.
Ibu Iri, yang selama ini hidup sederhana dan tekun menabung, mengungkapkan bahwa uang tersebut adalah hasil jerih payahnya selama bertahun-tahun. “Saya kumpulkan uang ini untuk masa depan. Saya ingin ada jaminan untuk hari tua saya. Karena itu saya memutuskan menyimpannya di bank, memilih BNI karena saya pikir akan lebih aman dan mudah dalam transaksi,” ujar Ibu Iri dengan mata berkaca-kaca.
Namun harapan itu sirna saat ia mengetahui saldo rekeningnya kosong. Uang tabungan ratusan juta rupiah yang ia setorkan secara tunai dan manual, tanpa pernah menggunakan layanan mobile atau internet banking, mendadak raib tanpa jejak yang jelas.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti, melalui Plt. Direktur Penanganan Perkaranya, Salmon Lembang, S.Hut., M.A.P., kini mendampingi Ibu Iri untuk memperjuangkan keadilan dan menuntut kejelasan dari pihak BNI.
Awal Kronologi
Peristiwa ini bermula saat Ibu Iri membuka rekening tabungan di Bank BNI dengan bantuan seorang satpam bank. Proses pembukaan dilakukan menggunakan ponsel dengan tuntunan satpam tersebut, kemudian dilanjutkan dengan penyetoran dana awal sebesar Rp10 juta melalui teller.
Besoknya, korban kembali menyetor tunai Rp180 juta, dan pada bulan berikutnya menambah lagi Rp95 juta. Seluruh transaksi dilakukan langsung ke teller bank, tanpa pernah memanfaatkan fasilitas digital banking.
Kehilangan Identitas dan Temuan Awal
Pada 14 April 2025, Ibu Iri kehilangan kartu ATM dan KTP, lalu melaporkannya ke pihak kepolisian. Pada 5 Mei 2025, saat ia datang ke kantor BNI untuk mencetak ulang kartu dan buku tabungan, ia terkejut mengetahui bahwa saldo dalam rekening lamanya sudah nihil. Tanpa penjelasan menyeluruh, pihak bank langsung membuka rekening baru untuknya, seakan menutup kasus tersebut begitu saja.
Korban pun meminta cetakan rekening koran untuk menelusuri transaksi yang terjadi, dan ditemukan sejumlah transaksi yang tidak dikenalnya, termasuk pemindahan dana ke rekening giro internal yang disebut milik BNI pusat di Jakarta.
Pendampingan Hukum dan Proses Laporan
Karena tidak mendapatkan penjelasan memadai dari pihak bank, korban akhirnya melapor ke Polres Teluk Bintuni. YLBH Sisar Matiti juga telah mengadakan pertemuan dengan pimpinan KCP BNI Teluk Bintuni untuk meminta penjelasan terkait transaksi mencurigakan tersebut.

Menurut Salmon Lembang, data yang mereka peroleh menunjukkan bahwa sejak awal pembukaan rekening, sudah terjadi pendebetan dari rekening tabungan Ibu Iri ke rekening giro internal EBK. “Kami pertanyakan dasar hukumnya. Klien kami tidak pernah memberikan kuasa, baik tertulis maupun lisan, untuk melakukan pendebetan tersebut,” ujar Salmon.
Ia menilai bahwa tindakan ini mencerminkan pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan perlindungan nasabah, apalagi jika benar rekening giro internal tersebut adalah milik BNI pusat.
Desakan untuk Penyelidikan Serius
Salmon menegaskan bahwa pihaknya mendesak agar Bank BNI bertanggung jawab secara penuh, serta meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus ini secara tuntas. “Ini bukan hanya tentang uang, tapi soal kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan,” tegasnya.
Kasus ini terus dikawal oleh YLBH Sisar Matiti dan menjadi perhatian masyarakat luas, yang berharap agar kejadian serupa tidak menimpa nasabah lain, terutama mereka yang mempercayakan masa depannya pada sistem perbankan nasional.