HomeNasionalUsaha Tangkap dan Olah Ubur-Ubur di Buton Selatan Disorot Warga, Pemda Diminta...

Usaha Tangkap dan Olah Ubur-Ubur di Buton Selatan Disorot Warga, Pemda Diminta Tegas Soal Izin

BUTON SELATAN, 24 Oktober 2024 – Aktivitas usaha penangkapan dan pengolahan ubur-ubur di Kelurahan Katilombu, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan, menuai sorotan dari warga. Pasalnya, bau menyengat yang ditimbulkan dari proses pengolahan ubur-ubur itu dianggap sangat mengganggu pengendara yang melintas di jalan poros Batauga–Sampolawa.

Samin Merdeka, seorang aktivis pemerhati lingkungan di Buton Selatan, menilai bahwa kegiatan usaha tersebut perlu mendapat pengawasan ketat dari pemerintah daerah, khususnya terkait perizinan, dampak lingkungan dan kontribusinya terhadap PAD.

Samin Merdeka

“Sekalipun baunya cukup menyengat, tapi paling tidak harus sejalan dengan apa yang bisa didapatkan daerah. Oleh sebab itu, yang perlu dipertanyakan selain kelengkapan izinnya, juga adalah bagaimana retribusinya” ujar Samin dengan nada tegas.

Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Buton Selatan mengaku belum menerima laporan resmi terkait perizinan usaha tersebut.

“Untuk saat ini kami belum mendapatkan laporan. Saya akan cek dulu. Kami belum bisa merekomendasikan pembuatan izin karena masih menunggu rekomendasi dari Dinas Perikanan sebelum dapat kami tindak lanjuti,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya.

Diketahui, usaha tangkap ubur-ubur ini dikelola oleh salah satu perusahaan besar asal luar daerah. Hasil tangkapannya diolah untuk kemudian diekspor ke luar negeri.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Buton Selatan membenarkan bahwa pihaknya telah menyarankan perusahaan tersebut untuk segera mengurus izin resmi. Namun, untuk sementara pihaknya belum mengambil tindakan tegas karena menilai belum ada dampak ekonomi negatif yang ditimbulkan.

“Saya sudah sarankan agar pihak perusahaan membuat izin. Tapi saya tegur dulu secara lisan, nanti akan kami tindaklanjuti secara tertulis,” ujarnya.

Menurutnya, usaha ini melibatkan tenaga kerja lokal, sehingga secara sosial dianggap memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Namun, ia menegaskan bahwa usaha tersebut tidak boleh dibiarkan berjalan tanpa dasar hukum yang jelas.

“Yang dipekerjakan adalah masyarakat setempat, jadi tidak ada yang dirugikan. Mereka juga berniat membayar retribusi, tetapi kami belum bisa menerima karena belum ada aturan daerah yang mengatur soal ubur-ubur. Kalau ikan, itu sudah ada,” tambahnya.

Dari informasi yang dihimpun, aktivitas tangkap dan olah ubur-ubur di Katilombu telah berlangsung sekitar dua tahun, dengan masa operasi 2–3 bulan setiap musimnya.

“Kami beroperasi dua sampai tiga bulan per musim. Tahun lalu kami dapat sekitar 12 kontainer. Setelah musim ini, mungkin tahun depan kami akan pindah ke daerah lain,” kata Anton, selaku pengelola usaha.

Anton juga menepis tudingan bahwa kegiatan usahanya ilegal. Ia menegaskan bahwa aktivitas tersebut memiliki izin lengkap yang diterbitkan oleh pemerintah provinsi.

“Saya punya izin lengkap. Ini NIB-nya dari pemerintah provinsi. Jadi ini bukan usaha bodong,” tegasnya.

Lebih lanjut, Anton mengaku pernah mendatangi Dinas Pendapatan Daerah untuk membayar retribusi, namun ditolak karena daerah belum memiliki dasar hukum terkait retribusi pengelolaan ubur-ubur.

Polemik soal legalitas dan dampak lingkungan dari usaha tangkap ubur-ubur ini menjadi catatan penting bagi Pemkab Buton Selatan. Diperlukan regulasi dan pengawasan yang jelas agar potensi sumber daya laut dapat dikelola tanpa mengganggu kenyamanan dan keseimbangan lingkungan.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments