HomeKabar BintuniSentralisasi Baru Otsus? Pembentukan BP3OKP Dinilai Pangkas Wewenang Gubernur Papua

Sentralisasi Baru Otsus? Pembentukan BP3OKP Dinilai Pangkas Wewenang Gubernur Papua

Manokwari, 16 November 2025 — Pembentukan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) dan Komite Eksekutif Pembangunan Otsus oleh pemerintah pusat memunculkan kekhawatiran baru mengenai arah kewenangan politik dan fiskal di Tanah Papua. Sebagian pihak menyebut kebijakan ini sebagai bentuk “sentralisasi baru” yang melemahkan otoritas Gubernur Papua dalam mengelola Otsus.

Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti, Yohanes Akwan S.H., M.A.P menilai struktur baru tersebut telah mengalihkan peran strategis Gubernur ke tangan mekanisme pusat. “Dengan hadirnya BP3OKP dan Komite Eksekutif, kewenangan gubernur dipangkas. Arah pembangunan tidak lagi ditentukan dari Papua, tetapi dikendalikan dari pusat. Ini bertentangan dengan semangat Otonomi Khusus,” tegas Yohanes.

Arah Pembangunan Beralih ke Pusat

BP3OKP dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 121 Tahun 2022, dengan komposisi yang didominasi pejabat pusat. Melalui struktur ini, pemerintah pusat memegang kendali langsung terhadap perencanaan dan percepatan pembangunan berbasis Otsus.

Yohanes menilai langkah itu menggeser marwah politik Papua. “Yang terjadi sekarang adalah munculnya ‘gubernur bayangan dari Jakarta’. Secara formal Gubernur Papua masih ada, tetapi perannya tinggal administratif. Keputusan strategis diambil di luar Papua,” ujarnya.

Tekanan Baru: Sistem Keuangan “Kerja Dulu–Bayar Kemudian”

Selain perubahan kelembagaan, daerah kini dihadapkan pada sistem keuangan baru yang mengharuskan pemerintah daerah mengeksekusi program terlebih dahulu sebelum mendapatkan pencairan dana. Skema ini berbeda dengan pola transfer langsung dana Otsus pada periode sebelumnya.

Menurut Yohanes, kebijakan ini membebani struktur fiskal daerah. “Gubernur dan bupati dipaksa mencari dana talangan sendiri sebelum program dibayar pusat. Jika tidak hati-hati, fiskal Papua bisa ambruk. Kami melihat ini sebagai situasi yang semakin menekan pemerintah daerah,” tambahnya.

Pandangan Akademis: Gejala Sentralisasi?

Beberapa akademisi menilai pembentukan badan-badan baru tersebut berpotensi menciptakan tumpang tindih kewenangan serta memperlemah otonomi daerah. Kajian kebijakan pemerintahan Papua yang diterbitkan pada 2024 menyebut bahwa pelaksanaan Otsus selama ini sudah menghadapi persoalan disharmonisasi regulasi antara pusat dan daerah. Pembentukan BP3OKP, menurut kajian itu, dapat memperlebar jarak koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.

Peneliti kebijakan publik juga menyoroti bahwa perubahan mekanisme dana Otsus dapat menciptakan ketergantungan baru pada pemerintah pusat karena daerah tidak memiliki kapasitas fiskal yang kuat untuk mendanai program secara mandiri.

Desakan Peninjauan Ulang

Yohanes menegaskan bahwa struktur baru Otsus harus dikaji ulang agar tidak menyalahi prinsip dasar pemberian kewenangan yang lebih besar kepada orang asli Papua. “Jika pemerintah ingin mempercepat pembangunan, itu baik. Tetapi tidak boleh menghapus hak politik Papua untuk mengelola diri sendiri. Pusat harus transparan dan tidak boleh mengambil alih kendali Otsus dari tangan Gubernur,” pungkas Yohanes.

Referensi: Perpres No. 121 Tahun 2022 tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua – Kementerian Keuangan RI, Evaluasi Transfer ke Daerah dan Dana Otonomi Khusus Papua, 2023 – Kajian Kebijakan Pemerintahan Papua, Pusat Studi Kebijakan Publik, 2024.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments