HomeKabar BintuniHARI OTSUS PAPUA: Otsus Dinilai Masih Jadi Label, Akwan Desak Penegakan Hukum...

HARI OTSUS PAPUA: Otsus Dinilai Masih Jadi Label, Akwan Desak Penegakan Hukum Jadi Prioritas

Manokwari — Memperingati Hari Otonomi Khusus Papua yang jatuh setiap 21 November, pemerhati hukum dan kebijakan publik Papua, Yohanes Akwan, menilai implementasi Otonomi Khusus (Otsus) hingga kini belum memberikan dampak nyata bagi masyarakat Papua. Otsus, yang telah berjalan lebih dari dua dekade, dinilai masih menjadi label kebijakan tanpa perubahan signifikan di tingkat akar rumput.

Hari Otsus Papua diperingati berdasarkan Keputusan Gubernur Papua Nomor 188.4/385/2016. Penetapan 21 November sebagai hari refleksi ini dimaksudkan untuk mengingatkan publik bahwa Otsus merupakan pengakuan negara terhadap kekhususan Papua serta kebutuhan perlindungan atas hak-hak adat dan identitas masyarakatnya. Peringatan tersebut sekaligus menjadi momentum untuk mengevaluasi kekurangan pelaksanaan Otsus selama ini.

Menurut Yohanes Akwan, berbagai program memang telah dijalankan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun, kenyataannya Otsus masih dianggap gagal menjawab kebutuhan dasar masyarakat Papua. Ia menyebut bahwa Otsus yang semestinya menghadirkan solusi politik dan pembangunan justru berjalan jauh dari harapan.

Akwan menegaskan bahwa penegakan hukum harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan Otsus ke depan. Ia melihat bahwa lemahnya pengawasan terhadap dana dan kebijakan Otsus membuka ruang bagi penyimpangan, sehingga manfaatnya tidak sepenuhnya dirasakan oleh rakyat.

“Penting bicara penegakan hukum agar kita tahu siapa yang sebenarnya menikmati Otsus: rakyat atau elit politik,” ujarnya.

Selain aspek hukum, Akwan menyoroti sejumlah persoalan mendasar yang menurutnya belum dijawab pemerintah. Ia menjelaskan bahwa tidak adanya regulasi yang kuat untuk melindungi masyarakat adat, termasuk hak ulayat, serta masih digunakannya pendekatan keamanan yang berlebihan dalam proses pembangunan, menjadi salah satu penyebab kerentanan sosial di Papua.

Ia juga menilai belum ada identifikasi menyeluruh terhadap regulasi perlindungan hak dasar Orang Asli Papua (OAP), sementara komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat Papua masih lemah. Terbatasnya kebebasan sipil dalam membentuk narasi publik tentang situasi Papua, minimnya penguatan media baru dan advokasi terhadap isu-isu strategis, serta kurangnya pertanggungjawaban hukum pemimpin politik daerah atas situasi kemanusiaan yang terjadi, turut memperburuk kondisi tersebut.

Akwan berharap peringatan Hari Otsus Papua tidak berhenti pada seremoni tahunan, tetapi menjadi titik evaluasi yang memicu pembenahan serius. Ia menekankan bahwa Otsus dibuat untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat masyarakat Papua, sehingga kebijakan ini harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh mereka.

“Hari Otsus seharusnya mengingatkan pemerintah bahwa kebijakan ini dibuat untuk rakyat Papua. Sudah saatnya kita memastikan itu benar-benar terjadi,” tutupnya.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments