Buton Selatan — Kejanggalan dalam proyek pembangunan Perpustakaan Daerah Kabupaten Buton Selatan kembali menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kekurangan volume pekerjaan senilai Rp104,3 juta dalam audit tahun 2024–2025. Proyek bernilai Rp9,8 miliar ini kini berada di bawah tekanan publik, terutama setelah Gerakan Militansi Pemuda Sosialis (GMPS) Sultra melakukan investigasi lapangan dan menemukan sejumlah indikasi ketidaksesuaian antara dokumen dan kondisi di lokasi.
Temuan BPK Ungkap Kekurangan Volume
Dalam laporan resminya, BPK mencatat adanya sejumlah item pekerjaan yang tidak sesuai dengan volume yang tercantum dalam kontrak. Kekurangan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kelebihan pembayaran, yang secara hukum wajib segera ditindaklanjuti oleh pihak pemerintah daerah.
Menurut salah satu sumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan, temuan seperti ini umumnya muncul akibat lemahnya pengawasan atau adanya praktik pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai standar kontraktual.
Investigasi GMPS: Jawaban Kontraktor Menimbulkan Tanda Tanya
GMPS Sultra turun langsung ke lokasi proyek dan meminta klarifikasi dari pihak pelaksana, CV WTM. Namun, jawaban yang mereka terima justru memicu kegelisahan baru.
“Nanti kami kembalikan,” ujar perwakilan CV WTM saat ditanya mengenai kekurangan volume tersebut.
Bagi GMPS, pernyataan itu dianggap tidak cukup dan justru memperdalam dugaan adanya penyimpangan. Pengembalian dana negara, kata GMPS, tidak bisa diselesaikan hanya dengan janji lisan tanpa mekanisme resmi dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Pernyataan tersebut membuka ruang dugaan bahwa proses pekerjaan dan pembayarannya tidak berjalan sesuai ketentuan. Ini perlu pendalaman hukum,” tegas juru bicara GMPS Sultra.
Potensi Unsur Pidana dalam Proyek
Seorang ahli pengadaan barang dan jasa yang dihubungi terpisah menilai, kekurangan volume tetapi dibayar penuh dapat masuk kategori tindak pidana korupsi apabila terdapat unsur kesengajaan atau pembiaran. Meski begitu, GMPS tetap menekankan pentingnya asas praduga tak bersalah.
Namun, indikasi awal yang mereka temukan dinilai cukup kuat untuk mendorong aparat penegak hukum turun tangan.
Pemerintah Daerah Diminta Transparan
GMPS juga menyoroti Pemerintah Daerah Buton Selatan yang dinilai belum menyampaikan secara terbuka tindak lanjut atas rekomendasi BPK. Padahal regulasi mengatur bahwa hasil pemeriksaan wajib ditindaklanjuti maksimal 60 hari sejak laporan diterima.
“Kami menuntut pemerintah daerah membuka seluruh proses klarifikasi serta tindak lanjut temuan BPK. Publik berhak tahu bagaimana uang mereka dikelola,” tegas GMPS.
Tiga Tuntutan GMPS Sultra
GMPS Sultra menyampaikan tiga poin sikap:
- Mendesak Kepolisian, Kejaksaan, dan APIP untuk memeriksa serta mengklarifikasi temuan BPK secara menyeluruh.
- Menuntut transparansi pemerintah daerah terkait dokumen, proses tindak lanjut, dan mekanisme pengembalian jika memang terjadi kelebihan pembayaran.
- Menolak segala bentuk penyelesaian tidak resmi, termasuk janji pengembalian tanpa prosedur yang sah.
GMPS: Pengawasan Akan Dilanjutkan
GMPS Sultra menegaskan akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas. Mereka menilai proyek strategis daerah tidak boleh dikerjakan setengah hati dan harus terbebas dari praktik penyimpangan anggaran.
“Pengelolaan anggaran publik harus bersih, transparan, dan tanpa intervensi. Kami akan mengawal kasus ini sampai terang-benderang,” tutup GMPS.



