HomeKabar BintuniKepala Suku Besar IMEKKO Minta F.O Tarik Pernyataan, Tegaskan IMEKKO Bukan Sekadar...

Kepala Suku Besar IMEKKO Minta F.O Tarik Pernyataan, Tegaskan IMEKKO Bukan Sekadar Organisasi

Sorong Selatan, Papua Barat Daya – Kepala Suku Besar IMEKKO (Inanwatan, Metemani, Kais, Kokoda, Kokoda Utara), George Karel Dedada, S.Hut, melalui kuasa hukumnya Yohanes Akwan, S.H., M.A.P., C.L.A, meminta Ketua Pemuda Adat, Feri Onim (F.O.), untuk menarik pernyataannya di media massa yang menyebut bahwa IMEKKO bukan merupakan suku adat, melainkan sekadar organisasi kemasyarakatan.

Menurut Yohanes Akwan, pernyataan tersebut tidak hanya keliru secara faktual, tetapi juga berpotensi menyesatkan publik dan memicu konflik horizontal di tengah masyarakat adat.

“Pernyataan itu tidak berdasar dan bertentangan dengan fakta sejarah serta struktur adat yang hidup di tengah masyarakat. IMEKKKO bukan organisasi biasa, melainkan kesatuan masyarakat adat yang memiliki wilayah, sistem nilai, dan struktur kepemimpinan adat,” tegas Yohanes Akwan, Selasa (30/12).

Ia menjelaskan bahwa IMEKKO merupakan akronim dari Inanwatan, Metemani, Kais, Kokoda dan Kokoda Utara, lima wilayah adat yang secara historis dan kultural terikat dalam satu kesatuan sosial. Pembentukan IMEKKO bukanlah konstruksi organisasi modern, melainkan hasil dari kesepakatan adat para leluhur untuk menjaga persatuan dan identitas bersama.

“IMEKKO lahir dari kesadaran kolektif para leluhur. Ia bukan ormas, bukan pula wadah politik, tetapi identitas adat yang hidup dan diwariskan lintas generasi. IMEKKO Ditegaskan sebagai suku ada, bukan Ormas. Anggapan bahwa IMEKKO bukan suku adat dinilai keliru dan tidak sesuai dengan etnografi Papua. IMEKKO merupakan gabungan kelompok etnis asli Papua yang mendiami wilayah Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, terdiri dari sub-suku Inanwatan (Imeko Kota Tua), Metemani, Kais, Kokoda dan Kokoda Utara yang dikenal sebagai Suku Besar IMEKKO,” jelasnya.

Yohanes Akwan menegaskan bahwa dalam tatanan adat IMEKKO, setiap persoalan harus diselesaikan melalui mekanisme adat, seperti musyawarah adat, forum tetua, dan lembaga adat yang sah. Penyampaian pendapat secara terbuka tanpa melalui mekanisme adat dinilai tidak mencerminkan etika dan tata krama adat.

“Kita ini masyarakat adat. Setiap persoalan seharusnya dibicarakan di rumah adat, bukan disebarkan di ruang publik yang justru berpotensi memecah belah,” ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan, Musyawarah Besar (Mubes) II IMEKKO yang berlangsung pada 26–29 November 2025 di Distrik Inanwatan merupakan forum adat tertinggi dan sah. Dalam forum tersebut, diketahui bahwa F.O. tidak hadir untuk menyampaikan pandangan atau keberatan secara langsung.

“Setelah keputusan adat diambil, kemudian muncul pernyataan di luar forum, ini tentu tidak elok secara adat. Mekanisme adat sudah disediakan, dan seharusnya dihormati,” tegasnya.

Yohanes Akwan juga mengingatkan bahwa IMEKKO memiliki identitas adat yang kuat, termasuk wilayah adat, struktur kepemimpinan, dan nilai-nilai budaya yang masih dijalankan hingga kini. Oleh karena itu, menyebut IMEKKO hanya sebagai organisasi merupakan bentuk pengaburan identitas adat.

Sebagai penutup, ia meminta semua pihak, khususnya generasi muda adat, untuk menjaga persatuan dan tidak memecah belah masyarakat melalui pernyataan yang tidak berdasar.

“Kita wajib menjaga warisan leluhur. Jangan biarkan perbedaan pandangan merusak persaudaraan dan martabat adat IMEKKO,” tutupnya.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments