HomeNasionalYLBH Sisar Matiti Soroti Perdasus OAP Papua Barat: Dianggap Bertentangan dengan UU...

YLBH Sisar Matiti Soroti Perdasus OAP Papua Barat: Dianggap Bertentangan dengan UU Otsus dan Putusan MK

Manokwari, 14 November 2025 — Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti, Yohannes Akwan, S.H., M.H., C.L.A., kembali menyoroti ketidaksinkronan aturan daerah dengan peraturan yang lebih tinggi. Dalam sebuah legal opinion resmi yang diterbitkan hari ini, Akwan menilai Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Barat Nomor 4 Tahun 2023 tentang Orang Asli Papua (OAP) mengandung pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Khusus serta Putusan Mahkamah Konstitusi.

Menurut Akwan, ketentuan dalam Pasal 10 huruf a dan b Perdasus tersebut menetapkan syarat lama domisili sebagai dasar penentuan status seseorang sebagai Orang Asli Papua. Ia menegaskan, aturan ini tidak sesuai dengan definisi OAP yang telah diatur secara jelas dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

“Penentuan status Orang Asli Papua tidak bisa didasarkan pada lama tinggal seseorang di Papua. Ukuran lama domisili tidak memiliki relevansi etnologis, antropologis, maupun yuridis,” ujar Akwan dalam pendapat hukumnya.

Ia mengingatkan bahwa UU Otonomi Khusus secara tegas menyebut Orang Asli Papua sebagai mereka yang berasal dari rumpun Melanesia atau mereka yang diterima serta diakui oleh masyarakat adat. Selain itu, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU-IX/2011 juga telah menegaskan pengakuan terhadap suku-suku asli Papua, sehingga parameter administratif seperti durasi domisili dianggap tidak memiliki dasar hukum.

Akwan juga menekankan bahwa kewenangan untuk memberikan pengakuan terhadap status OAP berada pada Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai lembaga representatif kultural yang diamanatkan oleh konstitusi.

“Jika ketentuan mengenai domisili ini dipaksakan, maka akan menimbulkan multitafsir, diskriminasi, dan pertentangan dengan norma yang lebih tinggi. Ini jelas bertentangan dengan asas lex superior derogat legi inferiori,” tambahnya.

Rekomendasikan Revisi Perdasus

Dalam kesimpulannya, Akwan merekomendasikan agar Pasal 10 huruf a dan b Perdasus Nomor 4 Tahun 2023 segera dihapus atau direvisi oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat, DPR Papua Barat, dan Biro Otonomi Khusus, dengan berkoordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri.

Ia menegaskan bahwa pengakuan terhadap OAP harus bersandar pada mekanisme adat dan rekomendasi resmi MRP, bukan waktu domisili.

“Revisi terhadap Perdasus ini menjadi penting dan mendesak agar tidak menimbulkan ketimpangan hukum, kesalahpahaman sosial, serta penyimpangan terhadap semangat Otonomi Khusus Papua,” tutup Akwan.

Pendapat hukum tersebut kini menjadi sorotan di tengah dinamika penguatan pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua Barat serta upaya pemerintah daerah dalam mempertegas kebijakan afirmatif bagi Orang Asli Papua.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments